Saturday, 04 April 2009 01:55
Lhokseumawe | Harian Aceh--Sedikitnya 17 partai
politik nasional dan dua partai politik lokal di Aceh Utara mengeluarkan
pernyataan sikap. Jika keamanan dan kedamaian tidak bisa diwujudkan
maka mereka akan memboikot Pemilu 2009. Namun, tidak ada ketegasan dari
parpol itu terkait batas waktu dan kriteria tentang sikap tersebut.
Pernyataan
sikap itu disampaikan sejumlah pengurus parpol di Aceh Utara dalam
konferensi pers di Mess Lilawangsa Lhokseumawe, Jumat (3/4) sore. Tampak
hadir antara lain Sayed Rifyan dari Partai Golkar, Jailani SH dari PBR,
Ismed Nur Aj Hasan dari PBA, Satri Insan Kamil dari PKPI, Fauzi
Abubakar dari Partai Merdeka, dan sejumlah pengurus parpol lainnya.
Dalam pernyataan sikapnya, parpol itu menyebutkan bahwa menjelang
Pemilu 2009 telah terjadi berbagai provokasi, intimidasi, pemaksaan dan
tindakan kekerasan terhadap parnas dan parlok serta masyarakat oleh
kelompok dari partai tertentu untuk memaksakan kemenangan bagi partai
mereka.
Apabila situasi tersebut masih terus berlangsung,
maka tidak akan terjadi pemilu yang demokratis, jujur, adil, langsung,
umum, bebas, dan rahasia. Dan, jika keamanan dan kedamaian tidak bisa
diwujudkan khususnya di Aceh Utara, maka kami partai nasional dan partai
lokal (nasionalis) peserta Pemilu 2009, dengan sangat serius akan
mempertimbangkan sikap untuk tidak mengikuti pemilu atau meminta pemilu
ditunda di Aceh Utara sampai terciptanya situasi yang kondusif untuk
pelaksanaan pemilu, kata Jailani, yang membacakan pernyataan sikap
tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Jailani, untuk menyelamatkan
pelaksanaan Pemilu 2009, pihaknya menuntut Komisi Independen Pemilihan
(KIP), Panitia Pengawas Pemilu, aparat keamanan TNI/Polri, dan para
pihak terkait lainnya, untuk menindak tegas oknum dari partai tertentu
yang melakukan intrik atau provokasi, intimidasi, pemaksaan dan tindakan
kekerasan terhadap partai peserta pemilu dan masyarakat sehingga
tercipta situasi yang kondusif.
Menindak dengan tegas oknum
dan partai tertentu yang melanggar peraturan pemilu, sehingga akan
terwujud pemilu yang demokratis, jujur, adil, aman, dan tertib. Meminta
supaya diberikan kewenangan penuh kepada TNI/Polri untuk menempati ring
satu dalam pengamanan di TPS-TPS, baik pada saat pemungutan suara maupun
penghitungan suara, kata Jailani.
Selain itu, parpol
tersebut juga meminta supaya lokasi TPS dalam satu wilayah kemesjidan
direlokasikan pada satu tempat yang mudah dijangkau oleh para pemilih
untuk kemudahan pengamanan oleh TNI/Polri. Empat hari (H-4) sebelum
hari pemungutan suara agar seluruh gampong diawasi oleh TNI/Polri untuk
mencegah adanya intimidasi, serangan fajar oleh oknum dan partai
tertentu, kata Jailani Cs.
Pernyataan sikap tersebut
disampaikan kepada KIP, Panwaslu, Kapolres Aceh Utara dan Kapolres
Lhokseumawe, Dandim Aceh Utara, Kejari Lhoksukon, Bupati Aceh Utara,
Danrem-011/Lilawangsa, KIP dan Panwaslu Aceh, Kapolda Aceh, Pangdam
Iskandar Muda, Kejati Aceh, Gubernur Aceh, KPU dan Bawaslu pusat,
Kapolri, Panglima TNI, Jaksa Agung, Mendagri, DPD atau DPW Parnas, DPP
Parlok, dan DPP Parnas.
Dari lampiran tanda tangan pernyataan
sikap tersebut, tampak ada 17 parnas dan dua parlok di Aceh Utara yang
membubuhi tekenan berikut stempel. Dari Parnas yaitu, Hanura, PPPI,
Gerindra, PKS (tanpa stempel), PAN, PPD, PKB, Golkar, PPP, PKNU, PBB
(tanpa stempel), Partai Merdeka, PSI (tanpa stempel), PDI-P (tanpa
stempel), PBR, PKPI, dan Partai Buruh. Sedangkan dari Parlok hanya
dua, yaitu PBA dan PAAS (tanpa stempel).
Ada Saksi dan Bukti
Ismed
Nur AJ Hasan dari PBA menyebutkan, dirinya tidak hanya mendapat
ancaman, tetapi juga kekerasan yang dilakukan oknum dari partai
tertentu. Kasus tersebut, katanya, sudah dilaporkan secara resmi kepada
Panwaslu dan pihak kepolisian di Aceh Utara. Kekerasan yang terjadi
terhadap saya, ada saksi dan bukti, katanya dalam konferensi pers
tersebut.
Ditanya terkait batas waktu dan kriteria tentang
sikap akan memboikot pemilu bila tidak adanya jaminan keamanan, para
pengurus parpol tersebut tidak menyebutnya secara tegas. Kalau sampai
masyarakat terutama di pedesaan tidak bisa mengikuti pemilu, maka kami
akan memboikot pemilu, kata Sayed Rifyan dari Golkar. Kami tidak
akan meneken berita acara bahwa pemilu sudah dilaksanakan, tambah
Jailani dari PBR.
Aceh Utara Kondusif
Kapolres Aceh
Utara AKBP Yosi Muammartha saat dihubungi ke telepon genggamnya, kemarin
sore, mengatakan sejauh ini situasi di Aceh Utara cukup kondusif. Meski
keamanan menjadi tanggung jawab polisi, katanya, semua elemen
masyarakat diharapkan juga memelihara ketertiban sehingga perdamaian di
Aceh abadi.
Kalau soal jaminan keamanan, pasti dijamin. Anda
sendiri yang menetap di Aceh Utara atau Lhokseumawe merasakan situasi
aman atau tidak saat ini? Jadi, memang keamanan itu tanggung jawab
polisi, tapi mari semua pihak sama-sama memelihara kondisi yang kondusif
ini, kata Yosi Muammartha.
Disinggung terkait kasus
pemukulan terhadap Ismed Nur Aj Hasan, Kapolres Yosi mengatakan bahwa
kasus tersebut dalam proses penanganan. Kasus itu bukan tindak pidana
pemilu, tapi pidana umum, dan sedang kita proses. Sejauh ini, kita
belum menerima laporan pengaduan kasus tindak pidana pemilu, katanya.
Bukan Solusi
Sementara
pengamat politik dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Taufik
Abdullah menilai bahwa ancaman memboikot Pemilu 2009 seperti dilontarkan
sejumlah parnas maupun parlok di Aceh Utara bukan solusi terbaik. Saya kira kurang tepat kalau menolak ikut pemilu karena alasan
keamanan. Di Amerika juga terjadi intimidasi dan teror pada saat
menjelang pemilu, karena kondisi seperti itu tidak mungkin
terhindari, kata Taufik Abdullah saat dihubungi ke telepon
genggamnya, Jumat (3/4) sore.
Taufik menilai bahwa sebenarnya
yang menjadi masalah justru di tingkat massa pendukung. Untuk itu, kata
dia, seharusnya semua parpol menghimbau kepada para pendukungnya untuk
menciptakan suasana lebih kondusif. Suasana itu yang seharusnya
dibangun. Karena mungkin massa pendukung partai tertentu sangat ideolog,
sehingga harus secara maksimal diberikan pencerahan untuk lebih damai.
Tapi kalau mengancam boikot pemilu, itu kan lucu, katanya.
Menurut
Taufik, ancaman memboikot pemilu seperti yang dilontarkan sejumlah
parnas dan parlok di Aceh Utara juga terindikasi karena mereka kurang
percaya diri sehingga diduga telah mengakui kekalahan sebelum
bertanding. Boleh jadi situasinya seperti itu, karena mungkin mereka
melihat ternyata massa pendukung parlok tertentu amat dominan hingga ke
tingkat basis grassroot, kata master politik lulusan Universitas
Kebangsaan Malaysia ini.
Indikasi lainnya, lanjut Taufik, tidak
tertutup kemungkinan bahwa ancaman memboikot pemilu sengaja dilontarkan
karena mereka telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak di luar partai
politik untuk misi tertentu. Tapi kita belum dapat membuktikan hal
itu, katanya.
Setiap parpol, kata Taufik, memiliki
artikulasi dan amunisi tersendiri. Siapa yang banyak amunisi, katanya,
terus saja menampakkan secara gamblang ke ruang publik. Hal itu,
menurutnya, sesuatu yang wajar dalam dunia politik. Kalaupun terjadi
sabotase oleh massa ideolog, saya kira itu hal yang wajar, karena mereka
punya banyak amunisi, demikian Taufik Abdullah.(irs)
Sumber :
http://www1.harian-aceh.com/pase/lhokseumawe/2243-pernyataan-sikap-parnas-dan-parlok-tak-ada-jaminan-keamanan-pemilu-diboikot.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar