TAUFIK.ABDULLAH

LIHAT, PIKIR, KERJAKAN DAN PENGABDIAN

Kamis, 01 Maret 2012

Perempuan Aceh Masih Dimarginalkan di Basis Komunitas

Senin, 16 Januari 2012 10:27 WIB
I. I. PANGERAN | Foto : HARIAN ACEH
BANDA ACEH- Women Development Centre (WDC) Kota Banda Aceh menggelar pelatihan analisa sosial untuk kader Balee Inoeng Aceh. Kegiatan selama dua hari, Sabtu-Minggu, 14-15 Januari 2012, berlangsung di Hotel Grand Naggroe, Banda Aceh.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, Taufik Abdullah yang tampil sebagai salah seorang narasumber pada pelatihan tersebut,  menyempatkan diri merangkum perkembangan yang muncul dalam kegiatan itu. Berikut laporan Taufik Abdullah yang dikirim kepada The Atjeh Post.

Mulanya, Direktur WDC Kusmawati Hatta dalam arahannya dihadapan kader-kader binaan WDC menyebutkan, perempuan Aceh dalam banyak hal telah mampu mengembangkan diri dan potensinya. Namun, dalam aktualisasi dan partisipasi publik, terutama dalam proses pengambilan kebijakan dan keputusan, peran perempuan masih dipinggirkan.

Kata Kusmawati, budaya patriakhi masih membelenggu. Ini karena pengarusutamaan gender belum massif tersosialisasikan di berbagai lapisan masyarakat. Padahal masyarakat Aceh pasca tsunami berharap perubahan di semua sektor berlangsung dengan baik, termasuk pelibatan perempuan dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan.

Tapi nyatanya masih dianggap sebagai pelengkap semata. Minimnya kepemimpinan perempuan baik di birokrasi maupun ranah politik menyebabkan suara perempuan belum didengar sepenuhnya. 

Ketua Pelaksana Pelatihan Balee Inoeng, Asmawati Hasan yang selama ini mencoba melakukan penguatan peran perempuan berbasis gampong (desa) mengakui dalam banyak hal perempuan belum berdaya memengaruhi proses pengambilan kebijakan.

"Kita perlu memberikan pemahaman tentang teknik atau tata cara berpolitik bagi perempuan untuk meningkatkan kualitas konsultasi publik, menyusun dan merencanakan pembangunan, baik di tingkat gampong, kecamatan dan kabupaten/kota," kata Asmawati dalam sambutannya.

Taufik Abdullah sendiri sebagai narasumber pelatihan itu, dalam paparannya menilai secara sosial kultural hak-hak publik dan hak-hak politik perempuan telah diakui masyarakat Aceh biarpun masih ada upaya-upaya pemasungan oleh laki-laki. "Yang dibutuhkan kerja keras dan konsistensi gerakan sosial perempuan yang dikesankan timbul tenggelam di Aceh," katanya.

Dia menambahkan, upaya mendorong penguatan partisipasi perempuan jangan setengah-setengah. Atmosfir ketidakadilan gender membelenggu karena aktivis perempuan seringkali pasrah membongkar tradisi di komunitas. "Gerakan sosial dan politik perempuan di kalangan aktivis tidak boleh terhenti."

Sebab itu, berbagai ketidakadilan gender sejak dari ranah privat berbasis keluarga (domestik), ranah sosial berbasis komunitas (gampong), ranah publik berbasis gerakan sosial (eksekutif)  dan ranah politik berbasis partai politik (legislatif) perlu diformulasikan secara proggresif dan terus menerus dengan berbagai pendekatan, pola dan stretegi taktis.

Perempuan mesti membongkar ruang privat agar peran dan posisinya lebih bernilai. "Pada ruang privat, terutama ibu rumah tangga jangan terpaku dengan statusnya, setidaknya mengembleng diri dengan informasi dan pengetahuan positif. Ibu-ibu rumah tangga perlu mendorong anak perempuannya belajar kemandirian, akhlak dan moral," kata Taufik Abdullah.

Taufik mencontohkan, seorang ibu mampu meyakinkan suaminya agar lebih peka gender.  Kemudian mendorong penguatan kapasitas anak perempuannya agar kelak siap ketika terjun pada ranah publik perlu harmoni dalam keluarga. "Anak perempuan dibekali dengan kisah tokoh atau perempuan sukses. Cobalah dari sekarang memotivasi perempuan membelinya buku yang mengisahkan perempuan sukses," kata Taufik.

"Sejarah dan pengalaman mengajarkan seorang perempuan tidak serta merta sukses, dihormati, disanjung sebagai tokoh dan panutan, tentu bukan karena keberuntungannya, tetapi dimulai dari kerja keras, belajar, mematahkan stigma dan dogma serta membuktikan perempuan dan laki-laki sama berharga dalam keutamaan yang setara."

Dia menyebutkan, jika pada ruang privat telah berdaya oleh talenta seorang ibu yang sabar menjustivikasi peran gender maka belenggu sosial dapat dihadang dikomunitas. Prosesnya dapat dilakukan dengan mengelola berbagai aktivitas kegiatan sosial dan keagamaan.

Misalnya, mewadahi pengajian ibu-ibu dan remaja puteri ditiap gampong, melancarkan tabung amal dan menghidupkan posyandu. Kesadaran tentang pentingnya kesehatan reproduksi masih perlu perhatian khusus. Angka kematian ibu dan anak  serta busung lapar  masih terjadi digampong-gampong, terutama di pedalaman (gampong terisolir).

Berikutnya, Taufik mengatakan kalau pada ranah domestik (keluarga) dan ranah sosial di komunitas (gampong) sudah berdaya maka perlu menjadi energi positif. Secara pasti diaktualisasikan lebih sehat dan massif. Sepertinya kata taufik tidak diformulasikan dengan tepat sehingga aktualisasi dan peran sosial dibasis komunitas tetap dimarginalkan.

Potensi yang sudah berdaya perlu disinergikan menjadi kekuatan proggresif untuk mempengaruhi kebijakan publik diberbagai level. Disinilah konsistensi aktivis perempuan atau jaringan gerakan perempuan dalam amatan taufik tidak diberdayakan secara berkelanjutan. Akibatnya mata rantai kekuatan sosial dan politik perempuan Aceh mudah diblokade.  Lalu, perempuan Aceh hanya bisa membanggakan kegemilangannya tempo dulu, kata taufik menggugah peserta pelatihan.

Ingatan kebesaran sejarah tentang ketokohan perempuan Aceh cukup membumi. Tak heran saat ini, di basis komunitas kesadaran sosial perempuan Aceh cukup tinggi, semangat kepedulian, kebersamaan, gotong-royong dan integrasi sosial masih kuat. "Kultur sosial ini jika terbangun disetiap kabupaten/kota maka akan menjadi kekuatan alternatif mentransformasikan perubahan sosial dan politik Aceh," kata Taufik lagi.

Taufik menilai, modalitas privat (keluarga), kesadaran di komunitas dan tumbuhnya gerakan sosial dikalangan aktivis perempuan sudah lumayan. "Dibutuhkan konsistensi saja. Langkah selanjutnya berupaya keras mendesain gerakan sosial agar mereka bisa diterima dipartai politik dan memenuhi kuota di parlemen."

"Berbagai carut marut dan kegaduhan politik  karena lelaki terlalu dominan. Saatnya laki-laki memberi kesempatan kepada perempuan untuk tampil di ranah politik. Keterwakilan perempuan di partai politik dan parlemen agar dipenuhi sebuah keniscayaan."

Pada hari terakhir pelatihan, Minggu (15/01/2012), WDC menghadirkan Vici Julian,   staf ahli Dinas Sosial Propinsi Aceh. Julian membahas sistem perencanaan dan implemetasi  program pembangunan sosial yang berkeadilan gender.

Secara taktis dan implementatif peserta diajak belajar menyusun rencana tindak lanjut penguatan kapasitas perempuan berbasis komunitas. "Dengan adaya penyusunan rencana tindak lanjut ini perempuan dibasis komunitas diharapkan lebih sensitif dan responsisf terhadap persoalan sosial dan bisa mempengaruhi proses pembangunan dan pembuatan kebijakan di lingkungan sosialnya," kata Julian.[]
Diposting oleh TAUFIK ABDULLAH di 01.44 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: ISU GENDER
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Foto saya
Lihat profil lengkapku

KATEGORI

  • PILKADA (18)
  • BERITA (10)
  • ISU GENDER (10)
  • SEMINAR (8)
  • PERDAMAIAN (4)
  • OPINI (3)
  • GERAKAN SIPIL (2)
  • GOOD GOVERNANCE (2)
  • PILEG (1)
  • PILPRES (1)

Posting Populer

  • Darussalam Kutuk Pembunuhan Profesor Safwan Idris
    Ulama dan Mahasiswa Buat Ikrar Darussalam Kampus Siap Berjihad 01.30 Wib Jum'at, 13 Oktober 2000 BANDA ACEH-Ribuan mahasiswa da...
  • Mahasiswa Unimal Gelar Mimbar Bebas Sumpah Pemuda
    Saturday, 29 October 2011 15:02 Written by RILIS | I.I.PANGERAN LHOKSEUMAWE - Mahasiswa ilmu politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu...
  • Eksistensi Indonesia di Gugat
    Muhajir Juli I The Globe Journal Selasa, 19 Juni 2012 14:50 WIB   Foto: Muhajir Juli | The Globe Journal I Acara be...
  • Mengenang Prof Safwan : Ulama dan Mahasiswa Buat Ikrar Darussalam
    Ulama dan Mahasiswa Buat Ikrar Darussalam Kampus Siap Berjihad 01.30 Wib Jum'at, 13 Oktober 2000 BANDA ACEH-Ribuan mahasiswa dari P...
  • Putusan Harus Sesuai MoU dan UUPA. Demo Kawal Rapat Pilkada
    Putusan Harus Sesuai MoU dan UUPA Demo Kawal Rapat Pilkada Rabu, 3 Agustus 2011 10:34 WIB JAKARTA - Hari ini, sekitar pukul 1...
  • Reposisi Parnas dan Studi Parlok di Aceh, Mau Kemana?
    Sabtu, 12 Mei 2012 12:52 WIB TAUFIK ABDULLAH | Foto : ILUSTRASI PARTAI LOKAL Ilm...
  • Generasi Muda Buta Sejarah Aceh Kata Mahasiswa Universitas Jabal Ghafur Sigli
    Himpunan Mahasiswa Sejarah (Himmaseja) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jabal Ghafur-Sigli mengelar seminar sejarah Aceh...
HOME

Pengikut

PEGUNJUNG

ARSIB

  • ▼  2012 (39)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (18)
    • ▼  Maret (1)
      • Perempuan Aceh Masih Dimarginalkan di Basis Komunitas
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2011 (23)
    • ►  Desember (23)
Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.