Jumat, 27 April 2012

Pernyataan Sikap Parnas dan Parlok, Tak Ada Jaminan Keamanan, Pemilu Diboikot

Saturday, 04 April 2009 01:55
Lhokseumawe | Harian Aceh--Sedikitnya 17 partai politik nasional dan dua partai politik lokal di Aceh Utara mengeluarkan pernyataan sikap. Jika keamanan dan kedamaian tidak bisa diwujudkan maka mereka akan memboikot Pemilu 2009. Namun, tidak ada ketegasan dari parpol itu terkait batas waktu dan kriteria tentang sikap tersebut. 

Pernyataan sikap itu disampaikan sejumlah pengurus parpol di Aceh Utara dalam konferensi pers di Mess Lilawangsa Lhokseumawe, Jumat (3/4) sore. Tampak hadir antara lain Sayed Rifyan dari Partai Golkar, Jailani SH dari PBR, Ismed Nur Aj Hasan dari PBA, Satri Insan Kamil dari PKPI, Fauzi Abubakar dari Partai Merdeka, dan sejumlah pengurus parpol lainnya.

Dalam pernyataan sikapnya, parpol itu menyebutkan bahwa menjelang Pemilu 2009 telah terjadi berbagai provokasi, intimidasi, pemaksaan dan tindakan kekerasan terhadap parnas dan parlok serta masyarakat oleh kelompok dari partai tertentu untuk memaksakan kemenangan bagi partai mereka.

Apabila situasi tersebut masih terus berlangsung, maka tidak akan terjadi pemilu yang demokratis, jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dan, jika keamanan dan kedamaian tidak bisa diwujudkan khususnya di Aceh Utara, maka kami partai nasional dan partai lokal (nasionalis) peserta Pemilu 2009, dengan sangat serius akan mempertimbangkan sikap untuk tidak mengikuti pemilu atau meminta pemilu ditunda di Aceh Utara sampai terciptanya situasi yang kondusif untuk pelaksanaan pemilu, kata Jailani, yang membacakan pernyataan sikap tersebut.

Oleh karena itu, lanjut Jailani, untuk menyelamatkan pelaksanaan Pemilu 2009, pihaknya menuntut Komisi Independen Pemilihan (KIP), Panitia Pengawas Pemilu, aparat keamanan TNI/Polri, dan para pihak terkait lainnya, untuk menindak tegas oknum dari partai tertentu yang melakukan intrik atau provokasi, intimidasi, pemaksaan dan tindakan kekerasan terhadap partai peserta pemilu dan masyarakat sehingga tercipta situasi yang kondusif.

Menindak dengan tegas oknum dan partai tertentu yang melanggar peraturan pemilu, sehingga akan terwujud pemilu yang demokratis, jujur, adil, aman, dan tertib. Meminta supaya diberikan kewenangan penuh kepada TNI/Polri untuk menempati ring satu dalam pengamanan di TPS-TPS, baik pada saat pemungutan suara maupun penghitungan suara, kata Jailani.

Selain itu, parpol tersebut juga meminta supaya lokasi TPS dalam satu wilayah kemesjidan direlokasikan pada satu tempat yang mudah dijangkau oleh para pemilih untuk kemudahan pengamanan oleh TNI/Polri. Empat hari (H-4) sebelum hari pemungutan suara agar seluruh gampong diawasi oleh TNI/Polri untuk mencegah adanya intimidasi, serangan fajar oleh oknum dan partai tertentu, kata Jailani Cs. 

Pernyataan sikap tersebut disampaikan kepada KIP, Panwaslu, Kapolres Aceh Utara dan Kapolres Lhokseumawe, Dandim Aceh Utara, Kejari Lhoksukon, Bupati Aceh Utara, Danrem-011/Lilawangsa, KIP dan Panwaslu Aceh, Kapolda Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Kejati Aceh, Gubernur Aceh, KPU dan Bawaslu pusat, Kapolri, Panglima TNI, Jaksa Agung, Mendagri, DPD atau DPW Parnas, DPP Parlok, dan DPP Parnas.

Dari lampiran tanda tangan pernyataan sikap tersebut, tampak ada 17 parnas dan dua parlok di Aceh Utara yang membubuhi tekenan berikut stempel. Dari Parnas yaitu, Hanura, PPPI, Gerindra, PKS (tanpa stempel), PAN, PPD, PKB, Golkar, PPP, PKNU, PBB (tanpa stempel), Partai Merdeka, PSI (tanpa stempel), PDI-P (tanpa stempel), PBR,  PKPI, dan Partai Buruh. Sedangkan dari Parlok hanya dua, yaitu PBA dan PAAS (tanpa stempel).
 
Ada Saksi dan Bukti
Ismed Nur AJ Hasan dari PBA menyebutkan, dirinya tidak hanya mendapat ancaman, tetapi juga kekerasan yang dilakukan oknum dari partai tertentu. Kasus tersebut, katanya, sudah dilaporkan secara resmi kepada Panwaslu dan pihak kepolisian di Aceh Utara. Kekerasan yang terjadi terhadap saya, ada saksi dan bukti, katanya dalam konferensi pers tersebut. 

Ditanya terkait batas waktu dan kriteria tentang sikap akan memboikot pemilu bila tidak adanya jaminan keamanan, para pengurus parpol tersebut tidak menyebutnya secara tegas. Kalau sampai masyarakat terutama di pedesaan tidak bisa mengikuti pemilu, maka kami akan memboikot pemilu, kata Sayed Rifyan dari Golkar. Kami tidak akan meneken berita acara bahwa pemilu sudah dilaksanakan, tambah Jailani dari PBR.

Aceh Utara Kondusif
Kapolres Aceh Utara AKBP Yosi Muammartha saat dihubungi ke telepon genggamnya, kemarin sore, mengatakan sejauh ini situasi di Aceh Utara cukup kondusif. Meski keamanan menjadi tanggung jawab polisi, katanya, semua elemen masyarakat diharapkan juga memelihara ketertiban sehingga perdamaian di Aceh abadi.

Kalau soal jaminan keamanan, pasti dijamin. Anda sendiri yang menetap di Aceh Utara atau Lhokseumawe merasakan situasi aman atau tidak saat ini? Jadi, memang keamanan itu tanggung jawab polisi, tapi mari semua pihak sama-sama memelihara kondisi yang kondusif ini, kata Yosi Muammartha.

Disinggung terkait kasus pemukulan terhadap Ismed Nur Aj Hasan, Kapolres Yosi mengatakan bahwa kasus tersebut dalam proses penanganan. Kasus itu bukan tindak pidana pemilu, tapi pidana umum, dan sedang kita proses. Sejauh ini, kita belum menerima laporan pengaduan kasus tindak pidana pemilu, katanya.

Bukan Solusi
Sementara pengamat politik dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Taufik Abdullah menilai bahwa ancaman memboikot Pemilu 2009 seperti dilontarkan sejumlah parnas maupun parlok di Aceh Utara bukan solusi terbaik.  Saya kira kurang tepat kalau menolak ikut pemilu karena alasan keamanan. Di Amerika juga terjadi intimidasi dan teror pada saat menjelang pemilu, karena kondisi seperti itu tidak mungkin terhindari, kata Taufik Abdullah saat dihubungi ke telepon genggamnya, Jumat (3/4) sore. 

Taufik menilai bahwa sebenarnya yang menjadi masalah justru di tingkat massa pendukung. Untuk itu, kata dia, seharusnya semua parpol menghimbau kepada para pendukungnya untuk menciptakan suasana lebih kondusif.  Suasana itu yang seharusnya dibangun. Karena mungkin massa pendukung partai tertentu sangat ideolog, sehingga harus secara maksimal diberikan pencerahan untuk lebih damai. Tapi kalau mengancam boikot pemilu, itu kan lucu, katanya.

Menurut Taufik, ancaman memboikot pemilu seperti yang dilontarkan sejumlah parnas dan parlok di Aceh Utara juga terindikasi karena mereka kurang percaya diri sehingga diduga telah mengakui kekalahan sebelum bertanding. Boleh jadi situasinya seperti itu, karena mungkin mereka melihat ternyata massa pendukung parlok tertentu amat dominan hingga ke tingkat basis grassroot, kata master politik lulusan Universitas Kebangsaan Malaysia ini. 

Indikasi lainnya, lanjut Taufik, tidak tertutup kemungkinan bahwa ancaman memboikot pemilu sengaja dilontarkan karena mereka telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak di luar partai politik untuk misi tertentu. Tapi kita belum dapat membuktikan hal itu, katanya. 

Setiap parpol, kata Taufik, memiliki artikulasi dan amunisi tersendiri. Siapa yang banyak amunisi, katanya, terus saja menampakkan secara gamblang ke ruang publik. Hal itu, menurutnya, sesuatu yang wajar dalam dunia politik. Kalaupun terjadi sabotase oleh massa ideolog, saya kira itu hal yang wajar, karena mereka punya banyak amunisi, demikian Taufik Abdullah.(irs)

Sumber :  
http://www1.harian-aceh.com/pase/lhokseumawe/2243-pernyataan-sikap-parnas-dan-parlok-tak-ada-jaminan-keamanan-pemilu-diboikot.html

Kamis, 26 April 2012

Rekomendasi Konferensi dan Seminar Internasional Malikussaleh


REKOMENDASI
Konferensi dan Seminar Internasional
Malikussaleh : Dulu, Kini dan Yang Akan Datang
Tanggal 11-12 Juli 2011 di Gedung ACC Universitas Malikussaleh

Samudera Pasai adalah sebuah Kesultanan Islam yang terletak di wilayah utara pesisir pulau Sumatera, tepatnya di wilayah Aceh, dahulu dikenal sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara.  Kesultanan Samudera Pasai didirikan oleh Sulthan Malikussaleh pada abad ke 13. Asal kata pasai dari bahasa Parsi yang berarti Tepi, sedangkan Samudera berarti Laut, sehingga diterjemahkan menjadi kesultanan Tepi Laut. 
Kesultanan Pasai merupakan sebagai peletak tamaddun Melayu. Nama asli Sulthan Malikussaleh adalah Meurah Silu, Beliau adalah keturunan dari Suku Iman Empat (Suku Iman Empat atau Sukee Imuem Peuet) adalah sebutan untuk keturunan empat Maharaja/Meurah bersaudara yang berasal dari Mon Khmer (Champa).

Kegemilangan Kesultanan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dan perilaku Sultan Malikussaleh sebagai raja yang shaleh, berani, adil, arif, jujur dan bijaksana. Kepemimpinan Sulthan Malikussaleh mengokohkan “integritas” dan “identitas” ke-Aceh-an dan ke-islaman. Kesultanan Samudera Pasai sebagai “Pusat Pendidikan” dan “Penyebaran Ajaran Islam” ke Nusantara, dan juga sangat berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan; ilmu politik dan pemerintahan, ilmu fiqh, hukum dan ekonomi.

Keberadaan Kesultanan Pasai telah diakui oleh penjelajah dunia, yaitu Marcopolo, Laksamana Cheng Ho dan Ibn Batuthah, sehingga kesultanan Samudera Pasai telah tercatat dan menghiasi berbagai literature dan media dunia. Kesultanan Malikussaleh telah memberi corak peradaban dunia di wilayah timur, karna itu Kesultanan Malikussaleh berhak dijadikan sebagai “World Heritage City”.

Warisan budaya Samudera Pasai memiliki kecerdasan lokal dalam konteks kepempimpinan yang mendorong terjadinya transformasi sosial untuk membentuk masyarakat Aceh yang berpendidikan bertamadun, dan bermarwah. Warisan strategis ini perlu dijaga dan dilestarikan dalam bentuk menjadikannya sebagai salah satu muatan lokal di lembaga-lembaga pendidikan di Aceh. 

Berdasarkan sejarah Kesultanan Samudera Pasai, maka Konferensi dan Seminar ini merekomendasikan beberapa pemikiran penting, sebagai berikut;

  1. Perlu dibentuk tim perumus untuk meneliti, mengkaji dan melestarikan sejarah dan kebudayaan Kesultanan Samudera Pasai secara konfrehensif.
  2. Pemerintah beserta semua elemen berkewajiban memelihara, menjaga, merawat dan melestarikan Situs Kesultanan Samudera Pasai untuk menjadikan Pasai menjadi World Heritage City (Kota Warisan Dunia)
  3. Segera membentuk tim untuk merancang Master Plan Pelestarian dan Pengembangan  situs Sejarah Kebudayaan Kesultanan Samudera Pasai.
  4. Perlu instrumen hukum berupa qanun dalam rangka menggali, melestarikan, mengembangkan dan membangun kembali situs Kesultanan Samudra Pasai untuk menjadi World Heritage City.
  5. Perlu mendirikan Pusat Studi Pemikiran Sejarah dan Kebudayaan Kesultanan Samudera Pasai (Seperti Meuseum, Pustaka dan lain-lain)
  6. Perlu memasukkan Sejarah dan Kebudayaan Kesultanan Samudera Pasai dimasukkan sebagai kurikulum pendidikan mulai dari pendidikan dasar  sampai perguruan tinggi.
  7. Makalah-makalah yang relevan dari Konferensi dan Seminar Malikussaleh  selain dicetak dalam bentuk prosiding, juga perlu diterbitkan dalam bentuk  buku dengan judul; Samudera Pasai:  As The World Heritage City.
  8. Pemerintah perlu menetapkan nama Jalan Malikussaleh mulai dari daerah Dayah Malikusssaleh (Pantonlabu) sampai Krueng Mane dengan nama jalan : “Jalan Sultan Malikussaleh)” 
  9. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia perlu mengusulkan Makam Maikussaleh sebagai Cagar Budaya dan Sejarah Dunia Kepada UNESCO.
  10. Semua pihak mengusahakan agar Pasai menjadi Pusat Peradaban Islam Dunia
  11. Bahasa Melayu yang asalnya dari Pasai perlu mendapatkan pengakuan sebagai salah satu Bahasa Internasional.
  12. Perlu diperingati Milad Malikussaleh setiap tahun.
  13. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia berserta stakeholder harus berkomitmen menyediakan anggaran untuk pembinaan dan pelestarian Sejarah dan Kebudayaan Kesultanan Samudera Pasai
Lhokseumawe, 12 Juli 2011  


Steerring Committee
Dahlan A. Rahman, S.Ag, M.Si (Ketua SC)
Taufik Abdullah,. MA (Sekretaris SC)

Ibrahim Qamarius (Ex Officio)
Prof. Dr. Jamaluddin, MH.M.Hum
Drs.Hafifuddin, M.Ag
Dr. Asnawi, SE, M.Si
Drs. Aiyub M. Diah
Rusydi Abubakar, SE, M.Si
Al-Husaini M. Daud, MA

Irwandi Ups His Political Ante By Forming National Aceh Party

Archipelago

Thursday, April 26, 2012 20:51 PM

Hotli Simanjuntak, The Jakarta Post, Banda Aceh | Wed, 04/25/2012 6:58 AM
 
Having failed to get reelected in the Aceh gubernatorial election on April 9, Irwandi Yusuf has established a new political party.

The National Aceh Party (PNA), which was registered on Tuesday, is chaired by Irwansyah, known as Teungku Muksalmina.

He went to the Law and Human Rights Ministry office in Banda Aceh with several members of Irwandi’s campaign team.

Among them were Ligadinsyah, Muharram, Amin bin Ahmad Marzuki, Lukman Age and Thamren Ananda, but not Irwandi himself.

“The newly born National Aceh Party will serve as the vehicle of aspiration and unity for the Aceh people, particularly for those who adhere to practical politics as part of democracy,” Irwansyah said.

Pending verification by the ministry, the party appeared to have met the necessary requirements with the establishment of regional boards being pursued in the 23 regencies across the province.

Through his new political vehicle, Irwandi, the former intelligence chief for the now-defunct Free Aceh Movement (GAM) separatist group, hopes for better results than those in the recent election. The election was won by bitter rival and former GAM chief Zaini Abdullah by a wide margin of votes.

Zaini and running mate Muzakir Manaf ran in the poll as candidates from the Aceh Party, a local political party that Irwandi also belonged to at the start of his governorship term.

Irwandi contested this year’s poll as an independent candidate however following a rift within the Aceh Party that saw the breakaway of some of the party’s board members to support Irwandi during the occasionally violent campaign.

Apart from establishing the new party, Irwandi has filed a lawsuit with the Constitutional Court over the results of the election, claiming that the poll had been marred by fraud and intimidation and demanding the results be annulled.

Irwansyah denied suggestions that the establishment of the National Aceh Party had been motivated by former GAM elites’ disappointment at the poll’s results.

“Indeed, many National Aceh Party’s leaders are former GAM combatants expelled from the Aceh Party and the KPA,” he said. The KPA refers to the Aceh Transitional Committee, formed in the wake of the 2005 Helsinki peace agreement between GAM and Jakarta.

The PNA’s establishment has been welcomed by one observer as helping to nurture democracy in Aceh.

“Hopefully, it can create competitiveness in Aceh’s political landscape with a framework to foster the message of peace mandated in the Helsinki agreement and Aceh’s administrative bylaws,” Taufik Abdullah, a lecturer at Malikul Saleh University said.

The PNA, he said, should be able to complement the Aceh Party, especially when the latter experiences political setbacks.

Sumber : http://www.thejakartapost.com/news/2012/04/25/irwandi-ups-his-political-ante-forming-national-aceh-party.html

Selasa, 24 April 2012

Putusan Harus Sesuai MoU dan UUPA. Demo Kawal Rapat Pilkada

Demo Kawal Rapat Pilkada

Rabu, 3 Agustus 2011 10:34 WIB
JAKARTA - Hari ini, sekitar pukul 14.00 WIB, akan berlangsung rapat koordinasi tingkat pusat membahas Pilkada Aceh di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Bersamaan dengan itu, sebelas elemen masyarakat Aceh yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Damai (Garda) Penyelamatan MoU Helsinki menggelar demonstrasi damai untuk menyelamatkan MoU Helsinki dan UUPA.

Aksi yang dimulai sejak pagi dan diklaim melibatkan 500 orang itu digelar untuk mengawal dan ingin memastikan bahwa apa pun keputusan yang diambil dalam rapat koordinasi tersebut harus sejalan dengan semangat MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Penggerak aksi berpendapat, MoU Helsinki dan UUPA telah menjadi perekat damai di Aceh. “Maka kami berkewajiban mengamankan MoU dan UUPA agar tidak dipreteli satu per satu mengenai kekhususan Aceh,” tukas Fazloen Hasan dalam temu pers di Jakarta, Selasa (2/8).

Ia tegaskan, aksi itu sama sekali tak ada kaitannya dengan mendukung atau menolak calon independen dalam Pilkada Aceh. “Siapa pun yang jadi gubernur silakan. Yang penting, harus sesuai dengan mekanisme MoU Helsinki dan UUPA,” ujar Fazloen yang juga Ketua Umum Forum Perjuangan Keadilan untuk Rakyat Aceh (Fopkra).

Sebagaimana diinformasikan sebelumnya, rapat membahas Pilkada Aceh akan berlangsung siang ini (3/8) di Kantor Kemendagri. Rapat dipimpin Dirjen Otda, Prof Djohermansyah Djohan. Rapat tersebut merupakan kelanjutan dari hasil kunjungan Tim Kemendagri ke Banda Aceh, Selasa pekan lalu. Aksi demonstran akan dipusatkan di halaman Kantor Kemendagri, tempat pembahasan Pilkada Aceh berlangsung.

Berhati-hati
Menyikapi pelaksanaan pilkada di Aceh, Garda Penyelematan MoU Helsinki mengingatkan pemerintah pusat agar lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait pilkada. Baik tahapan maupun mekanismenya, hendaklah merujuk pada keputusan DPRA.

Siang kemarin, delegasi Garda Penyelamatan MoU dan UUPA juga menemui Dirjen Otda Kementerian Dalam Negeri, Prof Djohermansyah Djohan. Delegasi Garda dipimpin Hendra Fauzi. Delegasi Garda membantah adanya anggapan bahwa persoalan regulasi Pilkada Aceh sebagai konflik internal Aceh.

“Apa yang terjadi saat ini di Aceh bukan persoalan internal Aceh, melainkan bagaimana mendorong agar UUPA dan MoU Helsinki dijalankan dengan penuh komitmen oleh pemerintah pusat. Ini adalah masalah kewenangan Aceh yang mulai digerogoti,” kata Hendra Fauzi seusai pertemuan dengan Dirjen Otda.

Aliansi organisasi masyarakat Aceh yang tergabung dalam Garda Penyelamatan MoU Helsinki itu terdiri atas Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN), Forum Perjuangan Keadilan untuk Rakyat Aceh (Fopkra), Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh (KMPA), Komunitas Mahasiswa Pemuda Aceh Jakarta Raya (Kompa Jaya), Ikatan Keluarga Nagan Raya (IKA NR) Jakarta, Gabungan Anak Langsa (Galang), Komunitas FOBA Jakarta, Ikatan Pelajar Mahasiswa Simeulue-Jakarta (Ipelmas), Aliansi Rakyat Aceh Meudaulat (Alarm), dan Lembaga Aspirasi Masyarakat (LAM) Jakarta.

Aliansi tersebut menuntut pertanggungjawaban para pihak penandatangan MoU Helsinki serius menjaga dan menjamin perdamaian Aceh agar tetap berkesinambungan. Garda juga mendesak agar tidak ada pihak mana pun yang mengutak-atik UUPA, kecuali dengan mekanisme MoU agar perdamaian bisa abadi di Aceh. “Hal-hal yang menyangkut kewenangan Aceh dalam amanah MoU Helsinki mesti diakomodir untuk penyempurnaan UUPA. “Oleh karena itu, UUPA yang ada sekarang perlu direvisi sesuai MoU Helsinki,” ujar Fazloen Hasan.

Parpol diundang
Dari Banda Aceh dilaporkan, dalam pertemuan tingkat nasional membahas Pilkada Aceh yang diselenggarakan siang ini di Gedung Kemendagri Jakarta, Dirjen Otda Prof Dr Djohermansyah Djohan telah mengundang anggota Muspida Aceh dan pengurus partai politik nasional dan lokal di Aceh.

Juru Bicara Forum Silaturahmi Parpol Aceh, Ir Mawardy Nurdin yang dimintai komentarnya tentang pertemuan penting itu melalui telepon mengatakan, sebelum bertemu dengan Mendagri, Gamawan Fauzi siang ini, akan dilakukan pertemuan khusus pada pukul 10.00 WIB di sebuah hotel di Jakarta. Pertemuan itu antara DPRA, Gubernur, dan pengurus parpol di Aceh yang diundang dalam pertemuan di Kemendagri.

Pertemuan dimaksud, kata Mawardy, untuk menyamakan pendapat dalam penyelesaian konflik regulasi pilkada yang terjadi selama ini. Pertemuan pendahuluan itu dilakukan, agar pada pertemuan tingkat nasional siang nanti bakal tercapai kesepakatan antara DPRA dan Gubernur Aceh. Terutama mengenai komitmen untuk mempertahankan isi pasal-pasal UUPA agar ke depan tak seenaknya dibatalkan Makamah Konstitusi (MK), jika ada pihak yang mengajukan yudicial review terhadap pasal-pasal UUPA, seperti yang terjadi pada Pasal 256.

Dipertimbangkan
Menurut Mawardy, kesepakatan awal itu sangat penting. Jika komitmen terhadap masalah itu tidak disepakati lebih dulu antara DPRA dengan Gubernur Aceh, maka UUPA bakal dikuliti lagi oleh MK ketika ada pihak yang mengajukan yudicial review terhadap pasal-pasal lain dalam UUPA. “Untuk itu, sebelum rapat dengan Mendagri, hal pokok dan mendasar tadi perlu disepakati lebih dulu di tingkat internal Pemerintahan Aceh,” tegas Mawardy Nurdin.

Kalau hal itu telah disepakati pemerintah pusat dan usulan jadwal ulang tahapan pilkada dipenuhi bersama antara pemerintah pusat, KPU, KIP, Gubernur, DPRA, dan lainnya, maka menurut Mawardy Nurdin, sambil menunggu penyelesaian pembahasan konflik regulasi Qanun Pilkada, putusan MK tentang calon perseorangan, akan dipertimbangkan kembali untuk dibicarakan dalam pembahasan bersama Qanun Pilkada antara DPRA dan eksekutif. (fik/her) 

komentar independen
Jadikan Ajang Rekonsiliasi

Harapan saya terhadap pembahasan Pilkada Aceh di Jakarta hari ini, hendaknya semua pihak berpikir damai, sesuai konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Pikirkanlah yang terbaik buat rakyat Aceh, jangan mengedepankan berahi kekuasaan semata. Apalagi, ini bulan Ramadhan, maka momentum ini harus dimanfaatkan sebagai ajang rekonsiliasi bagi semua pihak demi masa depan rakyat Aceh.

Bagi kita, soal calon independen itu sudah final, karena itu hak warga negara. Dijamin oleh Konstitusi RI. Jadi, jangan mencederai Konstitusi Negara. Pemerintah pusat, dalam hal ini Mendagri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bersikap konstitusional. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru inskonstitusional.

Kalau itu terjadi, maka akan berdampak pada cederanya kewibawaan penegakan hukum dan menjadi preseden buruk bagi proses penegakan hukum di Indonesia dan di Aceh khususnya. Jadi, calon independen harus tetap jalan.

Sedangkan judicial review adalah hak warga negara yang dijamin oleh UU dan Konstitusi. Jangankan parpol, Presiden saja tidak bisa mencabut hak itu. Siapa pun bisa melakukan judicial review. Jadi, ada calon independen atau tidak, maka judicial review adalah hak konstitusional. Apalagi, kemudian ketika MK sudah memutuskan tapi ternyata di dalam Qanun Pilkada item itu tidak diakomodir. Pasti akan ada gugatan. Terutama dari para kandidat calon independen yang sudah mendeklarasikan diri di Hotel Hermes Palace beberapa waktu lalu.

Sebagai sebuah UU, UUPA punya banyak kelemahan yang harus diperbaiki, terutama menyangkut pengaturan persoalan ekonomi. Masa ini tidak boleh diubah, kalau ternyata merugikan rakyat Aceh? UUPA kan undang-undang biasa. UUD 1945 saja sudah empat kali diamandemen. Sekali lagi, hak semua warga negara dan tidak bisa dibatasi. (hd)
* Rahmat Djailani, Inisiator Pertemuan Persaudaraan Calon Independen (PCI) Aceh.

tuntutan parpol:
Jadwal Ulang Pilkada
* Adanya kesepakatan nasional dari pemerintah pusat, Mahkamah Konstitusi (MK), DPR RI, lembaga tinggi negara lainnya, dan masyarakat Indonesia yang menjamin bahwa pasal-pasal UUPA tidak diutak-atik lagi, di-yudicial review, atau dibatalkan/dicabut.

* Untuk menyelesaikan konflik regulasi terhadap pilkada di Aceh, diperlukan penyelesaian secara adil, arif, damai, dan bermartabat dengan cara menjadwal ulang tahapan pilkada berdasarkan UUPA, bukan aturan pilkada secara nasional atau putusan KPU.

* Setelah kedua poin di atas bisa dipenuhi pemerintah pusat, MK, DPR RI, dan lembaga tinggi negara lainnya, barulah DPRA bersedia membahas kembali Qanun Pilkada bersama Gubernur Aceh dengan mempertimbangkan putusan MK Nomor 35/PUU-VIII/2010 tanggal 30 Desember 2010 yang membolehkan unsur perseorangan (independen) mencalonkan diri sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah pada Pilkada Aceh tahun ini dan seterusnya, ditambah soal penyelesaian sengketa pilkada di MK, bukan Makamah Agung. (her)

Editor : bakri

REKOMENDASI DAN PETISI PERDAMAIAN ACEH


Kepada Yang Mulia,
1. Pemerintah Indonesia melalui kantor Menkopolkam, Jakarta
2. Pemerintah Negara Aceh melalui Menteri Luar Negeri Dr. Zaini Abdullah,Stockholm,Swedia 
3. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa, New York, USA
4.Direktur Henry Dunant Centre (HDC) Martin Griffiths dan Seluruh Tim Penasehat Internasionalnya, Jenewa, Swiss
5.Pimpinan Bank Dunia melalui Mr. T. Kohno, Staff Ahli Politik Kedutaan Besar Jepang di Jakarta serta Negara-negara Lainnya Sebagai Pelaksana acara “Preparatory Conference for Peace and Reconstruction in Aceh, Tokyo melalui Kedutaan- kedutaan Besarnya di Jakarta  
6. Para Duta Besar Negara-negara asing, Jakarta  

Salam Perdamaian, 
Menyikapi  situasi politik, keamanan dan kemanusiaan yang semakin krusial di Aceh khususnya menjelang rencana perundingan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah negara Aceh (GAM), seperti masih berlanjutnya pengepungan-pengepungan dan operasi-operasi militer oleh TNI/Polri terhadap pasukan Tentara Negara Aceh (TNA) yang sedang melakukan gencatan senjata sepihak sebagai langkah awal menghentikan permusuhan dan membangun rasa saling percaya terhadap pemerintah Indonesia,  sedangkan pada saat yang tidak berbeda pengepungan-pengepungan dan operasi-operasi militer oleh TNI/Polri ini juga selalu membawa konsekwensi buruk terhadap rakyat sipil seperti terjadinya pembakaran rumah-rumah penduduk, penangkapan, penculikan, pengungsian, intimidasi dan berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia lainnya, maka kami masyarakat sipil seluruh Aceh menyampaikan rekomendasi dan petisi sebagai berikut:
  1. Kami mendukung perundingan damai antara pemerintah Indonesia dan GAM yang dimediasi oleh Henry Dunant Centre (HDC), tetapi kami mendorong kedua belah pihak bahwa sebelum melakukan perundingan dan penandatanganan kesepakatan agar dapat membangun rasa saling percaya secara lebih konkrit misalya menghentikan langkah-langkah militeristik seperti penyerangan, pengepungan dan sebagainya terhadap salah satu pihak  atau saling menyerang, saling mengepung dan tindakan-tindakan militeristik lainnya
  2. Kami mendukung dan mendorong diwujudkannya gencatan senjata berdasarkan prinsip-prinsip kejujuran, keikhlasan dan persamaan antara pemerintah Indonesia dan GAM yang dimediasi oleh Henry Dunant Centre (HDC) dan dimonitor oleh tim internasional yang lebih luas. Karena itu gencatan senjata ini mesti dilakukan dalam keadaan bersama-sama, dalam format dan kesepakatan bersama. Kami setuju bahwa kedua belah pihak tetap boleh memegang senjata yang mereka miliki, tetapi kedua belah pihak mesti menjamin untuk tidak menggunakan senjata menembak orang-orang yang dianggap sebagai lawan mereka; atau melakukan segala bentuk kekerasan terhadap orang-orang yang dianggap sebagai lawan mereka dan masyarakat sipil. Maka apabila salah satu pihak melanggar, atau kedua belah pihak melanggar maka mereka harus diberikan sanksi.    
  3. Kami mendukung diwujudkannya perdamaian di Aceh, tetapi kami menekankan bahwa perdamaian komprehensif di Aceh akan terwujud apabila kedua belah pihak memberikan kebebasan penentuan nasib sendiri melalui jajak pendapat atau referendum damai kepada seluruh rakyat Aceh. Kami menolak solusi-solusi politik lain seperti otonomi khusus yang tidak melibatkan partisipasi rakyat Aceh melalui jajak pendapat atau referendum 
  4. Kami mendorong semua masyarakat internasional, termasuk pemerintah Jepang,  Amerika Serikat dan Bank Dunia selaku pelaksana acara “Preparatory Conference for Peace and Reconstruction in Aceh” di Tokyo – Jepang, serta seluruh peserta dari berbagai negara lainnya agar lebih memperhatikan keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Tanpa kebebasan penentuan nasib sendiri, penegakan hak-hak asasi manusia dan keadilan social universal maka pembangunan kembali ekonomi (economic recovery) di Aceh tidak mungkin bisa dilakukan. Sebab sumber konflik di Aceh bukan pada persoalan ekonomi, keuangan dan agama, melainkan pada keinginan serta kebutuhan rakyat Aceh terhadap kebebasan menentukan nasib sendiri secara damai melalui mekanisme yang demokratis seperti jajak pendapat atau referendum.Sedangkan masalah pembangunan kembali ekonomi di Aceh oleh masyarakat internasional mesti dilakukan atas kesepakatan pemerintah Indonesia dan GAM.
  5. Kami meminta HDC dan tim penasehat internasionalnya agar benar-benar menjadi mediator yang netral dan baik sehingga bisa melakukan mediasi antara pemerintah Indonesia dan GAM berdasarkan prinsip-prinsip persamaan, kejujuran dan keikhlasan.    

 Banda Aceh, 28 November 2002
 Disampaikan oleh Lembaga-Lembaga Masyarakat Sipil Seluruh Aceh:  
  1. SENTRAL INFORMASI REFERENDUM ACEH (SIRA), Muhammad Nazar, Ketua Dewan Presidium   
  1. KOALISI AKSI REFORMASI MAHASISWA ACEH (KARMA), Alfian, Plh. Sekretaris Jenderal  
  2. KOALISI GERAKAN MAHASISWA DAN PEMUDA ACEH BARAT (KAGEMPAR), Musliadi, SE, Ak, Koordinator    
  3. CEASEFIRE WATCH (C F W) ACEH, Nashruddin Abu Bakar, Pengurus Harian    
  4. FRONT AKSI REFORMASI MAHASISWA ACEH (FARMIDIA), T. Riza Fahmi, Sekretaris Jenderal 
  5. FRONT MAHASISWA DAN PEMUDA ACEH JEUMPA (JEUMPA MIRAH), Efendi Ishak, Wakil Sekretaris Jenderal   
  6. MAHASISWA PEMUDA PEJUANG RAKYAT ACEH (MAPPRA), Vikram, Koordinator 
  7. KOALISI AKSI MAHASISWA PIDIE (KAMPI), M. Tami Anshar, Presidium  
  8. PERSATUAN TIGA RODA SELURUH ACEH (PERTISA), Tarmizi, Ketua   
10.GERAKAN INTELEKTUAL SELURUH ACEH (GISA), Dr. Tgk. Farid Wajdi, MA, Ketua   
11. FORUM AKADEMISI ACEH (F A A), Drs. Tgk. Baharuddin AR, M. Si, Ketua    
12.Himpunan Aktivis Anti Militer (HANTAM), Asmara Diah Saputra, Sekretaris Jenderal 
13.LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM MAHYAL ULUM ACEH BESAR, Tgk. H. Faisal Ali, Ketua     
14.FORUM KOETARADJA (FORKOET), Muhammad Shaleh, Koordinator   
15.LOYALITAS AKSI MASYARAKAT PEREMPUAN (LAMPUAN) ACEH, Cut Fatma, Koordinator  
16.SOLIDARITAS PEREMPUAN UNTUK RAKYAT ACEH (SPURA), Maryati B, SH, Koordinator 
17. YAYASAN SRIKANDI ACEH (Y S A), Cut Nur Asikin, Koordinator 
18.PENYAMBUNG ASPIRASI RAKYAT ACEH UNTUK KEADILAN (PERAK) , Taufiq al Mubarraq, Koordinator  
19.OLIDARITAS MAHASISWI ISLAM PEDULI ACEH (SMIPA), Sri Wahyuni, Koordinator  
20.CENTER FOR THE STUDY AND ADVOCACY FOR THE REGION (CeSAR), Muhammad Taufiq Abda, Direktur Eksekutif  
21.JARINGAN ADVOKASI MAHASISWA ACEH UNTUK KEADILAN (JAMAK), Banta Syahrizal, Koordinator 
22. SOLIDARITAS KORBAN ACEH RAYEUK (SKAR) , Fatah Uhada, Ketua  
23.FORUM AKSI INTELEKTUAL KAMPUS DARUSSALAM (FAIKADA), Faisal RM, Koordinator 
24.FRONT PASEE RAYA (FPR), Jamaluddin, Sekretaris Jenderal
25.HIMPUNAN MAHASISWA ACEH SELATAN (HAMAS), Muhammad Hamzah. Ketua  
26.FORUM MAHASISWA DAN PEMUDA ANTI KEKERASAN (FOMAPAK),
Ibnu Sakdan, Ketua Umum
27.PENGEMBANGAN AKTIVITAS SOCIO EKONOMI KORBAN KONFLIK ACEH (PASKA), Drs. Nurdin A. Rahman, Direktur
  =============================================================
Kontak Sekretariat Bersama:
JL. T. Panglima Polem No 13 Po Box 8119 Komplek BP 4 Lama Banda Aceh, SUMATRA

Telp/fax             : 0651 24043
HP                      : 0811684608 (Muhammad Nazar)
e Mail                 : peace_foraceh@...
 

ELEMEN GERAKAN MAHASISWA DAN PEMUDA ACEH TUNTUT CEASE FIRE

PERNYATAAN BERSAMA
ELEMEN GERAKAN MAHASISWA DAN PEMUDA ACEH
TERHADAP KONDISI DAN SITUASI ACEH AKHIR-AKHIR INI

“ CEASE FIRE MENJADI TUNTUTAN YANG RELEVAN”


Hasil evaluasi kondisi dan situasi sosial politik di Aceh menggambarkan meningkatnya eskalasi kekerasan dan ketegangan yang luar biasa. Jeda kemanusian yang merupakan kesepahaman bersama pemerintah RI dan GAM tidak menjadi landasan/acuan bagi upaya peredaan ketegangan dan penghapusan tindak kekerasan di Aceh. Sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah diatur di joint forum (Aturan Dasar dan Prosedur Tetap) menampakkan tidak konsistennya para penandatangan perjanjian tersebut.
 
 Tidak adanya sanksi bagi para pelanggar jeda kemanusiaan (humanitarian pause), oleh banyak pihak dianggap penyebab kesepakatan tersebut tidak berjalan. Selain itu, upaya penegakan HAM dan Hukum --demi keadilan dan perdamaian -- sebagai salah satu tujuan JoU tidak terwujudkan. Bahkan, tindakan aparat TNI/Polri di lapangan tampil sebagai "Single Fighter" (Penyidik, Jaksa, Hakim, Eksekutor sekaligus) telah membuat "pengebirian hukum" menjadi justifikasi melakukan tindakan yang semena-mena terhadap masyarakat sipil (bukan GAM).

Banyak kasus dan tragedi yang disebabkan belum efektifnya penyelesaian kasus Aceh secara damai dan dialogis dengan yang menempatkan kepentingan masyarakat sipil pada posisi semestinya. Sejak dimulainya kesepahaman bersama (joint understanding) untuk melaksanakan jeda kemanusiaan antara Pemerintah RI dan GAM sampai sekarang ,ternyata masyarakat sipil di Aceh belum merasakan hasil yang menyenangkan; artinya sikap represif aparat TNI/POLRI sebagai institusi Pemerintah dalam tindakannya sangat berseberangan dengan perspektif Jeda Kemanusiaan. Sikap ambigu dan inkonsisten pemerintah tentunya tergambar dengan jelas ketika realitas kekerasan di Aceh telah dimainkan melalui institusi TNI/POLRI dengan berbagai alasan tanpa ada kebijakan pengontrol yang dapat mencegahnya.
 
Berbagai kebijakan pemerintah ternyata bukan untuk melindungi rakyat Aceh bahkan kebijakan-kebijakan tersebut cenderung melegitimasi kekerasan yang terorganisir terhadap masyarakat sipil. Kesepahaman Jeda Kemanusiaan yang berlangsung di Aceh tanpa adanya sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar telah menciptakan mosi tak percaya dalam komunitas rakyat Aceh. Kekurangan lainnya adalah tidak adanya pengawas yang independent. Realitas yang terjadi di Aceh telah merambah kepada pemaksaan kehendak sepihak pemerintah dengan jalan kekerasan walaupun dalam masa jeda sekalipun sehingga menjadi wajar
penyaluran bantuan kemanusiaan yang menjadi salah satu prioritas Jeda Kemanusiaan tidak pernah terwujud dengan berbagai alasan keamanan.
 
Menyikapi kondisi dan situasi Aceh yang semakin tegang dengan adanya Maklumat Kapolda Aceh telah menyebabkan kepanikan dan keresahan di lapisan masyarakat sipil . Adanya ancaman penggeledahan ke rumah-rumah pasca berakhirnya jeda kemanusiaan (15 Januari 2000) semakin menunjukkan upaya pemberlakukan darurat sipil de facto di Aceh .
 
Selain itu, selama ini pun penggeledahan rumah-rumah masyarakat oleh aparat TNI/POLRI tidak disertai surat izin penggeledahan dari pengadilan negeri, tidak disertai (juga) dengan surat perintah penangkapan dari kepolisian setempat dan (juga) tidak di dampingi oleh Kepala Desa/Lurah setempat. Ini semua jelas tidak sesuai prosedur hukum sebagaimana yang digembar-gemborkan. Menurut prediksi kenyataan tersebut akan berujung kepada timbulnya berbagai kekerasan baru dan reaksi masyarakat yang mereproduksi kekerasan sebagai upaya perlawanan membela diri. Prediksi tersebut sangatlah beralasan kalau melihat kondisi pshikologis masyarakat sipil Aceh yang dilemati selama ini.
 
Selain itu, selama berlangsung jeda kemanusiaan di Aceh (2 Juni 2000 - hingga sekarang) sekurang- kurangnya 380 masyarakat sipil (bukan GAM) tewas dan 1.000 orang mengalami penganiayaan. Juga  terjadi 5 (lima) wanita menjadi korban pemerkosaan, 1.172 kasus pembakaran, 76 kasus perampasan 47 kasus perusakan.  Selain itu, selama ini juga aksi-aksi extrajudicial (penghukuman di luar pengadilan) dan summary killing (pembunuhan kilat/petrus) semakin meningkat. Berangkat dari fakta dan fenomena yang terjadi pada masyarakat sipil di Aceh tersebut , maka kami dari elemen gerakan mahasiswa dan pemuda Aceh menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Mendesak Pemerintah RI dan GAM untuk melakukan gencatan senjata ( cease fire ) sebagai pra syarat perundingan lanjutan lainnya serta gencatan senjata merupakan keinginan mayoritas rakyat Aceh untuk menghentikan kekerasan terhadap masyarakat sipil di Aceh.

2. Mendesak Pemerintah RI dan GAM untuk meningkatkan kesepahaman bersama (joint understanding) menjadi perjanjian ( agreement ) bagi upaya penyelesaian konflik Aceh secara damai dan dialogis.

3. Mendesak Pemerintah RI untuk menggantikan Menteri Pertahanan RI, M. Mahfud MD dan KAPOLDA Aceh, Brigjend. Pol. Chaerul R Rasyidi karena pernyataan dan maklumatnya sering membingungkan dan meresahkan masyarakat Aceh dengan dalih "atas nama hukum" . Padahal pernyataan dan maklumat tersebut juga bertentangan dengan instrumen hukum dan HAM yang berlaku serta mengabaikan kondisi pshikologis masyarakat Aceh yang trauma akibat pembenaran tindakan aparat di lapangan yang sewenang-wenang . Penggantinya yang lebih beradab dan bermoral.


Demikianlah pernyataan bersama ini kami sampaikan kepada pihak-pihak terkait sebagai ungkapan  keprihatinan dan tanggung jawab bersama kami terhadap penyelesaian konflik Aceh secara damai dan dialogis dengan menanggalkan cara-cara represif dan kekerasan di Aceh.

Banda Aceh, 8 Januari 2001
Yang Menandatangani :

Forum Silaturahmi Mahasiswa Aceh (FOSIMA)

Ridwan M (Koordinator Presidium)
-----------------------------------------------------
Koalisi Aksi Reformasi Mahasiswa Aceh (KARMA)

Muhammad Taufik Abda (Sekretaris Jenderal)
----------------------------------------------------------------
Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA)

Faisal Ridha (Dewan Presidium/Juru Bicara)
----------------------------------------------------------
Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR)

Samsul Bahri (Koordinator KDK UNSYIAH)
-------------------------------------------------------------
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEMA) IAIN AR-RANIRY Banda Aceh

Effendi Hasan (President)
------------------------------------------------------------
Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEM) Universitas Abulyatama

Alfian (Menteri Luar Negeri)
--------------------------------------------------------------------------
Dewan Mahasiswa (DEMA) Serambi Mekkah

Ismet Tanjung (Ketua Umum)
-----------------------------------------------------------------
Dewan Mahasiswa (DEMA) Universitas Iskandarmuda

Bustami (Ketua)
--------------------------------------------------------------------------
Senat Mahasiswa (SEMA) STIEI Lamlagang

Dahrial (Pengurus)
------------------------------------------------------------------------
Senat
Mahasiswa (SEMA) AKPER DEPKES Banda Aceh

Hamidansyah (Ketua)
--------------------------------------------------------------------------
Dewan Mahasiswa (DEMA) Universitas Muhammadiyah

Ismail HS (Pengurus)
--------------------------------------------------------------------------
Keluarga Mahasiswa (KEMA) AKL Depkes Banda Aceh

Joelfikar (Ketua)
--------------------------------------------------------------------------
Keluarga Mahasiswa (KEMA) AKPER Muhammadiyah

Hery Saputra (Ketua)
--------------------------------------------------------------------------
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Jabal Ghafur, Sigli

Muhammad Ichsan (Presiden)
-----------------------------------------------------------------------
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)Univ. Malikussaleh, Lhokseumawe

Helmi MS (Sekretaris Umum)
------------------------------------------------------
Senat Mahasiswa (SEMA) STAI Zawiyah Cot Kala, Langsa

Saiful Bahri (Sekretaris Umum)
--------------------------------------------------------------------------
Senat Mahasiswa (SEMA) STIM Pase, Langsa

T. Syahrizal (Ketua Umum)
-------------------------------------------------------------------
Kesatuan Aksi Mahasiswa Pidie (KAMPI)

Kurdinar (Sekretaris Jenderal)
---------------------------------------------------------
Koalisi Aksi Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Aceh Barat (KAGEMPAR)

Musliadi (Koordinator)
--------------------------------------------------------------------------
Front Mahasiswa dan Pemuda Jeumpa Mirah, Bireuen

Faurizal MP (Sekretaris Jenderal )
-------------------------------------------------------------------
Mahasiswa dan Pemuda Pejuang Rakyat Aceh (MAPPRA), Lhokseumawe

Mahlil Alfarisi (Koordinator)
--------------------------------------------------------------------------
Front Mahasiswa dan Pemuda Anti Kekerasan (FOMAPAK), Langsa

T . Fadil (Koordinator)
--------------------------------------------------------------------------
Himpunan Mahasiswa Aceh Besar ( HIMAB)

Silahuddin (Ketua Umum)
----------------------------------------------------------
Ikatan Mahasiswa, Pemuda dan Pelajar Aceh Timur (IPPAT)

Amri Yusuf (Sekretaris Umum)
--------------------------------------------------------------------------
Badan Koordinasi (BADKO) Himpunan Mahasiswa Islam(HMI)Aceh

Rahmat Yahya (Pengurus)
--------------------------------------------------------------------------
Solidaritas Mahasiswi Islam Peduli Aceh (SMIPA)
Cut Asmaul Husna (Sekretaris Jenderal)
--------------------------------------------------------------------------
Posko Peuduli Mahasiswa dan Rakyat keu Aceh (PEMRAKA)

Ridha Rantau (Wakorbid Humas)
--------------------------------------------------------------------
Ikatan Mahasiswa, Pemuda dan Pelajar Tanah Rencong (IPTR)
Irman (Sekretaris Umum)
----------------------------------------------
Ikatan Mahasiswa Aceh (IMA)Australia

Zainal Abidin (Koordinator)
-------------------------------------------------------------------------
Forum Kuta Radja

Muzakir (Sekretaris Jenderal)
--------------------------------------------------------------------
Badan Oposisi Mahasiswa Aceh (BOMA)

Muhammad Bin Umar (Wakil Koordinator)

-----------------------------------------------------------------------
Pernyataan Bersama ini disampaikan kepada yang terhormat :
1. Sekretaris Jenderal PBB di New York;
2. Presiden Republik Indonesia;
3. Pimpinan GAM ;
4. Ketua Henry Dunant Centre ( HDC ) di Jenewa;
5. Forum Bersama (Joint Forum) di Jenewa;
6. KBMK RI dan GAM di Banda Aceh ;
7. KBAK RI dan GAM di Banda Aceh;
8. NGO Internasional;
9. NGO Nasional ;
10. Media Massa ;
11. Arsip.
==============================================================
Disebarluaskan oleh :
Muhammad Taufik Abda
(Sekretaris Jenderal KARMA)
---------------------------
Sekretariat Jenderal :
Jl. Kaswari No. 32 Kampung Keuramat Banda Aceh 23123
Telp. 62-651-31751
email : karma_aceh@..., dan aceh_karma@...

Senin, 23 April 2012

KMPA Audiensi dengan Dirjen Otda. Pemerintah Diminta Komit Implementasikan MoU Helsinki


Banda Raya - 3 August 2011 | 13 Komentar
Banda Aceh | Harian Aceh – Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) dan elemen masyarakat sipil yang mengatasnamakan Gerakan Damai atau Garda Penyelamatan MoU Helsinki melakukan audiensi secara khusus dengan Dirjen Otonomi Daerah Prof Djohermansyah di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (2/8) sore. 

Dalam pertemuan itu, Prof Djohermansyah menyatakan, jika perlu buat MoU kecil yang menjamin komitmen para pihak agar MoU Helsinki terimplementasi dalam UUPA demi perdamaian Aceh kata pimpinan delegasi KMPA dan Garda Penyelamat MoU Helsinki, Hendra Fauzi kepada Harian Aceh melalui surat elektronik, usai pertemuan itu.

Djohermansyah, kata Hendra, memandang perlu komitmen bersama dengan Pemerintah Pusat untuk mengawal Undang-Undang Pemerintahan Aceh sesuai MoU Helsinki. Caranya adalah dengan mendudukkan semua pihak yang berkepentingan termasuk KPU, Bawaslu, DPRA, Gubernur, partai lokal, dan partai nasional dengan menghindari sikap ekstrem untuk menemukan titik terbaik guna menyelamatkan perdamaian Aceh.

Merespon kisruh Pilkada Aceh saat ini, Dirjen menegaskan keputusan MK adalah final dan mengikat, sehingga Pemerintah Pusat tidak memiliki kewenangan untuk mengusik independensi dari hasil yang sudah dikeluarkan oleh MK terkait judicial review pasal 256 perihal pasal perseorangan dalam UUPA. Meski begitu, Dirjen Otda sepakat perlunya pemenuhan UUPA sesuai MoU Helsinki sehingga sengketa Pilkada harus diselesaikan secara rasional dan adil untuk semua pihak, kata Hendra Fauzi.

Bukan Konflik Internal
Hendra Fauzi juga melaporkan bahwa menurut penilaian Dirjen Otda itu, konflik yang terjadi di Aceh saat ini adalah sesama kelompok kepentingan di Aceh. Sehingga dia mempertanyakan apa yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Namun hal ini ditepis oleh para delegasi Gerakan Damai dari Aceh tersebut. Menurut mereka, persoalan saat ini secara umum bukan konflik internal Aceh, melainkan bagaimana mendorong komitmen dan keseriusan Pemerintah Pusat agar UUPA sesuai dengan MoU Helsinki dan dapat diimplementasikan sepenuhnya.

Ini dimaksudkan agar kewenangan Aceh betul-betul dapat terlaksana demi menjaga keberlangsungan perdamaian dan pembangunan Aceh, di mana Pemerintah Pusat juga berperan, dan bukan persoalan tarung politik jangka pendek, kata Hendra Fauzi.

Kondisi masyarakat akar rumput saat ini di Aceh, lanjut Hendra, beresiko munculnya gejolak politik. Hal ini terjadi karena ada anggapan bahwa Pemerintah Pusat tidak bersungguh-sungguh dalam berkomitmen untuk menjaga keutuhan MoU dan UUPA, yang dilihat sangat penting bagi Aceh, khususnya untuk mencapai self-government yang disepakati. Kekhawatiran itu membuat para delegasi Aceh tersebut mengajukan rekomendasi terhadap Pemerintah Pusat terkait penyelamatan MoU Helsinki.

Menurut Hendra, beberapa komponen masyarakat dan pemuda yang tergabung dalam Garda MoU Helsinki akan melakukan aksi bersama ke sejumlah tempat, Rabu hari ini, dengan isu utama MoU Helsinki Membawa Aceh Merdeka dalam Bingkai NKRI. MoU Helsinki harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar kembali, kata Hendra Fauzi.(nsy)

Sumber :  http://harian-aceh.com/2011/08/03/pemerintah-diminta-komit-implementasikan-mou-helsinki

Refleksi 6 Tahun Perdamaian Aceh di Bundaran HI

Refleksi 6 Tahun MoU Helsinki
Gerakan Damai (Garda) Penyelamatan MoU Helsinki
Selamatkan MoU Helsinki dan UUPA demi Keutuhan Aceh dalam NKRI


Menjelang 6 (enam) tahun perjanjian damai MoU Helsinki antara ACEH dan PEMERINTAH INDONESIA, kewenangan Aceh kini masih belum sesuai kesepakatan. UUPA berada dalam transaksi politik dari ketidakjelasan hukum. Nyawa-nyawa korban konflik seolah terlupakan begitu saja. Perdamaian yang dirintis dengan susah payah dengan segenap pengorbanan nyawa dan harta benda kini dihadapkan oleh berbagai intriks politik yang saling meruntuhkan dan saling menistakan. Sengketa Pilkada salah satu bukti telah memunculkan konflik regulasi sehingga berpotensi melahirkan konflik baru dan terancam bubarnya perdamaian.

Demi marwah dan martabat perdamaian maka kami terpanggil untuk mengawal penyelamatan MoU Helsinki dan penyempurnaan UUPA lebih utuh dan sempurna, mulai sekarang, dan tidak besok. Kami ingin mengetuk perasaan, hati dan logika perdamaian semua pihak pada koridor yang benar. Sikap kami dalam hal ini tegas, sebagai berikut :

  1. Menuntut pertanggungjawaban para pihak yang telah menandatangani MoU Helsinki agar serius dan   berkomitmen menjaga dan menjamin perdamaian tetap berlangsung sebagaimana telah disepakati.
  2. Seluruh lembaga negara harus menghormati kekhususan Aceh sesuai MoU dan UUPA yang merupakan resolusi konflik dan konsensus politik yang harus dijaga dan diselamatkan demi keberlanjutan perdamaian dan martabat Aceh dan Indonesia.
  3. Menyikapi pelaksanaan Pilkada kiranya Pemerintah Pusat lebih hati-hati dalam mengambil kebijakan baik tahapan maupun mekanisme Pilkada, mengingat aceh dalam masa transisi dan berpotensi mengalami konflik vertikal kembali dengan pusat.
  4. Meminta para pihak agar jangan mengotak-atik UUPA kecuali dengan mekanisme MoU agar perdamaian bisa abadi di Aceh. Hal-hal yang menyangkut kewenangan Aceh dalam amanah MoU Helsinki wajib diakomodir untuk penyempurnaan UUPA. Oleh karena itu, UUPA yang ada sekarang ini perlu direvisi sesuai amanah MoU Helsinki.
  5. Usut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM selama pemberlakuaan DOM (Daerah Operasi Militer) dan Masa pemberlakuan Darurat Militer di Aceh.
  6. Mendesak CMI sebagai mediator untuk bertanggung jawab terhadap perjanjian damai MoU Helsinki.

Demikian seruan ini kami sampaikan, semoga damai Aceh dan Indonesia tidak dalam kata dan diatas kertas belaka, tapi mesti diwujudkan dalam aksi dan perbuatan nyata. Tidak besok, tapi sekarang juga…..!

Atas Nama GARDA MoU Helsinki
1.Komite Mahasiswa Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN)
2.Forum Perjuangan Keadilan Rakyat Aceh (FOPKRA).
3.Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA)
4.Komunitas Mahasiswa Pemuda Aceh Jakarta Raya (KOMPA JAYA)
5.Ikatan Keluarga Nagan Raya (IKA NR) Jakarta
6.Gabungan Anak Langsa (GALANG)
7.Aliansi Rakyat Aceh Medaulat (ALARAM)
8.Komunitas FOBA-Jakarta
9.Ikatan Pelajar Mahasiswa Simeulue- Jakarta (IPELMAS) Jakarta)
10.Lembaga Aspirasi MAsyarakat (LAM) Jakarta


Jakarta, 15, Agustus 2011


Agus Tamiang

Koordinator GARDA

Kamis, 19 April 2012

INTERVENSI INTERNASIONAL HENTIKAN AGRESI MILITER RI DI ACEH

PERNYATAAN SIKAP BERSAMA

"INTERVENSI INTERNASIONAL EFEKTIF MENGHENTIKAN
AGRESI MILITER/POLISI RI di ACEH"

Mensikapi realitas kehidupan dalam kesejahteraan ekonomi dan perlindungan keamanan terhadap masyarakat Aceh yang semakin hari semakin menderita, oleh ancaman kelaparan, hilangnya tempat tinggal, harga sembako yang sangat tidak stabil, serta situasi sehari-hari yang penuh dengan ketidakpastian. Padahal,
Aceh merupakan suatu wilayah di ujung pulau Sumatra yang sangat kaya dengan hasil panas bumi, minyak dan gas serta sebagainya yang tidak ternilai dan tidak terhingga kekayaan alamnya dalam beragam jenis.

Dalam kasus penghentian produksi tambang gas dan minyak Exxon Mobil Aceh Utara oleh pihak manajemen perusahaan tersebut, dengan pertimbangan kondisi keamanan yang sangat tidak kondusif dalam proses produksi sehari-hari, dimana penilaian Kami sementara bahwa pihak yang sangat dirugikan adalah pemerintah Indonesia karena sangat mengganggu cashflow dana operasi TNI/POLRI di Aceh. Bagi masyarakat Aceh, khususnya warga sekeliling proyek vital sedikit sekali mendapatkan manfaat langsung atau tidak langsung, secara kuantitas dan kualitas serta tidak merasa dirugikan dengan berhentinya perusahaan tersebut.

Bagi masyarakat Aceh saat ini yang terpenting adalah jaminan keamanan kehidupan sehari-hari dari pada kejahatan HAM yang dilakukan oleh TNI/Polri. karena selama ini hasil produksi migas dari perusahaan tersebut yang pertahunnya mencapai triliunan rupiah, hanya dinikmati oleh pemerintah Indonesia dan masyarakat diluar Aceh.

Atas semua hal di atas maka kami berpendapat bahwa :
  1. Bahwa kebijakan pemerintah AS menghentikan operasi Exxon Mobil Aceh merupakan hal yang sangat tepat dalam rangka mendukung de-militerisasi dalam segala bentuk operasi TNI/POLRI terhadap warga sipil Aceh. Dan aksi Amerika, serta negara dan lembaga internasional yang termasuk pemegang saham utama Exxon Mobil, merupakan aksi konkrit dalam bentuk tekanan dan pelumpuhan ekonomi atau logistik TNI/POLRI di Aceh. Karena masyarakat Aceh sangat mendukung penghentian kekerasan yang dilakukan TNI/POLRI dengan cara-cara tanpa kekerasan. Bentuk keseriusan pihak negara dan lembaga internasional itu sangat penting dan strategis-walau terkesan lambat, terhadap penyelesaian tragedi kemanusiaan dan konflik politik kekerasan antara RI-GAM secara Damai Melalui Dialog ( DMD).
  2. Menghimbau negara-negara internasional serta lembaga internasional PBB, khususnya negara/pemerintah Amerika Serikat, untuk mendukung Aceh dalam proses hak penentuan nasib sendiri ( Right to Self Determination) sebagai bangsa dan negara yang berdaulat lewat cara-cara damai ( REFERENDUM ). Dalam hal ini SIRA telah diberikan mandat oleh seluruh rakyat Aceh untuk memperjuangakan aspirasi tersebut.
  3. Mendukung upaya-upaya penciptaan zona aman dan damai ( safety and peace zone) bagi kehidupan aman masyarakat sipil yang telah ditempuh oleh komite bersama DMD RI-GAM beberapa waktu yang lalu. Dalam hal ini, masyarakat Aceh tetap membutuhkan pemantauan serius dari lembaga formal, NGO, pers serta negara internasional untuk memonitoring, menilai serta memberi sanksi politik dan ekonomi bagi kedua belah pihak ( RI-GAM) yang melanggar kesepakatan penciptaan zona aman dan damai di Aceh.
  4. Menuntut penarikan pasukan BKO TNI/POLRI yang berjumlah mendekati angka 30. 000 pasukan dari Aceh dalam waktu sesingkat-singkatnya. Karena secara data dan fakta HAM telah merugikan kehidupan masyarakat Aceh dalam segala aspek kehidupan.
Demikianlah pernyataan ini Kami keluarkan bersama dengan penuh tanggungjawab moral dan politik demi kehidupan Bangsa Aceh yang damai dan  berperadaban. Atas perhatian seluruh pihak Kami sampaikan terima kasih.


Banda Aceh, 20 Maret 2001.

Tertanda :
Elemen dan Organisasi sipil di Aceh :

1. Sentral Imformasi Referendum Aceh ( SIRA )

    ( Faisal Ridha )
    Presidium

2. Tim Opini Publik ( T.P.O )

    ( Zulfadli Anwar )
    Koordinator

3. Forum Silaturrahmi Mahasiswa Aceh (FORSIMA )

    ( Ridwan M )
    Koordinator Pusat

4. Front Aksi Reformasi Mahasiswa Aceh ( FARMIDIA )

    ( Nasruddin Abubakar )
    Sekretaris Jenderal

5. Front Mahasiswa dan Pemuda Aceh Jeumpa ( JEUMPA MIRAH )

    ( Faurizal MP )
    Sekretaris Jenderal

6. Solidaritas Mahasiswi Islam Peduli Aceh (SMIPA )

   ( Sri Wahyuni )
   Koordinator Presidium

7. KAGEMPAR

    ( Musliadi )
    Wk.Koordinator

8. Solidaritas Perempuan untuk Rakyat Aceh ( SPURA )

    ( Maryati.SH )
    Juru Bicara Koordinator

9.   BEMA IAIN Ar-Raniry

      ( A l f i a n )
      Presiden

10. Peduli Mahasiswa dan Rakyat Keu Aceh  (PEMRAKA )

      ( Bulkaini Djazar )
       Plt. Koordinator Pusat

11. Komisi HAM Koalisi Aksi Reformasi Mahasiswa Aceh (Komisi HAM Karma)

      ( Farizal M )
      Koordinator

12. Ikatan Pemuda Aceh Rayeuk( IPAR)

      ( Drs.Junaidi )
      Sekretaris Jenderal

13. Himpunan Mahasiswa Aceh Besar  (HIMAB )

     ( Silahuddin )
      Ketua Umum

14. Ikatan Pemuda dan Pelajar Aceh Timur  ( IPPAT )

      ( A m r i )
       Sekretaris Umum

15.  Forum Komunikasi Generasi Muda Pidie ( FOKUS - GAMPI )

      ( Nasrul Sufi,S.Sos )
      Ketua Umum

16. Jaringan Aksi Mahasiswa untuk Keadilan

     ( T . Banta )
     Koor. Pelaksana Harian

17. Forum Aksi Insan Kampus untuk Demokrasi Aceh (FAIKDA)

      ( Taufik Abdullah)
       Ketua

18. Cease Fire Watch (CFW)

      ( Zulkarnain Muslim)
      Koordinator

19. Penyambung Aspirasi Untuk Keadilan ( PERAK)

      ( Muhammad.MTA)
      Koordinator Presidium

20. Ikatan Perempuan Aceh ( IPA )
    
      ( Cut Fatma Dahlia )
      K e t u a

21. Pos Komunikasi HAM oleh Mahasiswa Aceh (FAKAD) untuk Rakyat Aceh ( HAMMARA)

      ( Muhammad Ali )
       Pjs. Sekjend

 
Sumber : http://groups.yahoo.com/group/PPDi/message/245

SURAT TERBUKA TUNTUT BOS SIRA DIBEBASKAN

S U R A T  T E R B U K A

Sifat    :     Urgent
Hal     :     Bebaskan tanpa syarat Muhammad Nazar ( Ketua Dewan Presidium SIRA )


Kepada Yth,

1. Presiden Republik Indonesia K.H Abdurrahman Wahid
2. Bapak Jaksa Agung RI, Marzuki Darusman
3. Ketua Mahkamah Agung ( MA ) RI
4. Bapak Menteri Kehakiman dan HAM, Prof. DR.Baharuddin Lopa,SH

di-
Jakarta

  1. Bahwa Penahanan dan Proses Hukum terhadap Muhammad Nazar ( Ketua Dewan Presidium SIRA ) sangat bertendensikan Politik dan telah menghambat upaya penyelesaian Konflik vertical di Aceh secara damai dan Konfrehensif.
  2. Bahwa Penahanan dan Proses Hukum terhadap saudara Muhammad Nazar telah melanggar esensi Hak Asasi Manusia ( HAM ) yang sangat Universal dalam menjunjung tinggi hak-hak sipil dalam berdemokrasi. Penahanan tersebut telah menginjak upaya perwujudan keadilan; apalagi tuduhan terhadap Muhammad Nazar berdasarkan pasal-pasal "Harzain Artikelen" yang sudah tidak layak jual dalam perkembangan alam Demokrasi.
  3. Bahwa Penahanan dan Proses Hukum terhadap saudara Muhammad Nazar memungkinkan terjadinya kerusuhan dan ketidakstabilan tatanan hidup bagi Komunitas Rakyat Aceh; sebab aktivitas politik yang telah dilakukan Sentral Informasi Referendum Aceh ( SIRA ) didukung secara kolektif oleh seluruh rakyat Aceh. Artinya SIRA tidak bias dilepaskan dari kepentingan tuntutan rakyat Aceh hari ini.
  4. Bahwa Penahan dan Proses Hukum terhadap saudara Muhammad Nazar belum memiliki bukti-bukti yang benar dan patut secara yuridis. Barang bukti yang berupa Spanduk telah diperoleh dengan cara tidak wajar. Spanduk yang bertuliskan:" Tarik TNI/POLRI non Organik dari Aceh, Intervensi Internasional, Laksanakan Referendum, adili Pelanggaran HAM dan Genjatan senjata di Aceh" tersebut tidak bias dikatakan melanggar Hukum karena itu perwujudan dari kebebasan mengeluarkan pendapat serta merupakan tuntutan rakyat demi penyelesaian Masaalah Aceh secara damai, Demokrasi yang harus dihargai oleh semua pihak.
  5. Bahwa Posisi saudara Muhammad Nazar sebagai ketua Dewan Presidium SIRA kami tegaskan merupakan mandat Konggres Mahasiswa Pemuda santri dan Pelajar se-rantau ( KOMPAS ) dimana 104 delegasi yang menjadi peserta terdiri dari komponen yang ada di Aceh, Nusantara, dan diluar Negeri; artinya tindakan aparat Keamanan dan Hukum dalam menjerat Muhammad Nazar haruslah dapat dipertanggung jawabkan kepada Komponen-komponen tersebut sebelum menjadi masaalah dikemudian hari; karena tanggungjawab pemberi mandat maka suatu sa'at dipastikan akan menimbulkan reaksi yang keras. Perjuangan yang dilakukan SIRA dan Muhammad nazar merupakan realisasi dari mandat yang diberikan oleh rakyat Aceh melalui: Sumpah Bangsa aceh pada tanggal 28 Oktober 1999 yang dihadiri oleh lebih 150.000 massa rakyat, mandat Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum ( SU-MPR ) pada tanggal 28 November 1999 yang dihadiri lebih 2 ( Dua ) juta massa rakyat
  6. Sebagai konsekwensi logis dari persoalan dan alasan diatas maka kami menuntut kepada pihak-pihak terkait untuk sesegera mungkin untuk membebaskan tanpa syarat saudara Muhammad Nazar ( Ketua Dewan Presidium SIRA )
  7. Demikianlah surat terbuka dari kami untuk diindahkan dan menjadi perhatian pihak-pihak terkait.
Banda Aceh, 19 Februari 2001
Ditandatangani oleh:

1.     Jaringan Aksi Masyarakat Aceh untuk Keadilan ( JAMAK )

        T. BANTA SYAHRIAL
         Sekretaris Jendral
      
2.    Koalisi Aksi Reformasi Mahasiswa Aceh (KARMA)

        M. TAUFIK ABDA
       Sekretaris Jenderal

3.    Presidium Forum Silaturrahmi Mahasiswa Aceh ( FORSIMA )

       RIDWAN M
       Koordinator Pusat

4.    Solidaritas Perempuan Untuk Referendum Aceh ( SPURA )

       MARYATI, S.H. MH
       Koordinator

5.    Solidaritas Mahasiswi Islam Peduli Aceh ( SMIPA )

       CUT ASMAUL HUSNA
       Sekjend

6.    Forum Koetaradja

       MUZAKKIR
       Sekjend

7.    Lembaga Pemberdayaan Perempuan Aceh ( LPPA )

       CUT DAHLIA
       Direktur Eksekutif

8.    Jeumpa Mirah Front

       FAURIZAL MP
       Sekjend

9.    Forum Komunikasi Aksi Mahasiswi Aceh ( F-KAMA )

       TANUR
       Presidium

10.  Front Aksi Reformasi Mahasiswa Islam Daerah Istimewa Aceh (FARMIDIA)


      TAUFIK ABDULLAH
      Koordinator Presidium

11.  Loyalitas Aksi Perempuan Aceh ( LAMPUAN )

      MAITANUR
      Koordinator

12. Pos Komunikasi Hak Asasi Manusia oleh mahasiswa untuk Rakyat Aceh (HAMMARA)

      SARLIMAWATI
     Pjs. Sekjend

13. Posko Peuduli Mahasiswa dan Rakyat Keu Aceh (PEMRAKA)

      BULQAINI DJAZAR AL TAMI
      Plt. Koordinator

14. Central Cease Fire Watch ( CFW )

      Tgk NASH BIN ABU BARK
      Spokersman Network


Tembusan:
1. Sekjend Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) di New York USA
2. Konggres/Senator USA di New York
3. Persatuan buruh Internasional ( ILO ) di New York USA
4. Duta- duta besar luar Negeri di Jakarta
5. NGO-NGO Internasional
6. NGO-NGO Nasional
7. NGO-NGO Aceh di Banda Aceh dan TK II se-Aceh
8. Ketua MPR RI di Jakarta
9. Ketua DPR RI di Jakarta
10. PANSUS Aceh DPR RI DI Jakarta
11. KOMNAS HAM di Jakarta
12. PBHI DI jakarta
13. Gubernur KDH Tk II Aceh
14. Ketua Pengadilan Negeri Aceh di Banda Aceh
15. KAJARI Aceh di Banda Aceh di Banda Aceh
16. Ketua DPRD TK I Aceh
17. SIRA Pusat di Banda Aceh
18. Media Massa
19. Arsip

Sumber : http://groups.yahoo.com/group/PPDi/message/188

Selasa, 17 April 2012

Mengenang Prof Safwan : Ulama dan Mahasiswa Buat Ikrar Darussalam

Ulama dan Mahasiswa Buat Ikrar Darussalam
Kampus Siap Berjihad

01.30 Wib Jum'at, 13 Oktober 2000

BANDA ACEH-Ribuan mahasiswa dari PTN dan PTS, intelektual, dan tokoh  masyarakat, Kamis (12/10), mengikrarkan jihad untuk melawan musuh-musuh Allah, serta mengkonkretkan sikap netralitas kampus. Kegiatan yang diberi nama Doa Keprihatinan dan Ikrar Kampus itu juga berhasil merumuskan tujuh sikap yang cukup tajam, terkait dengan situasi Aceh terakhir.

Hadir dalam acara tersebut, Ketua MUI Aceh Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA,  Tgk Imam Syuja', Drs Tgk Djailani Idris (abang kandung Safwan Idris), Dr Daniel Djuned MA, H Badruzzaman Ismail, kalangan aktivis, dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya. Spontan saja luas lapangan tugu dalam waktu sekejab dipenuhi oleh ribuan mahasiswa. Suasana mulai terasa sakral ketika ribuan mahasiswa mengumandangkan gema Allahu Akbar, dan shalawat Rasul.

Tgk Muslim Ibrahim MA yang tampil dalam orasi pertama menegaskan tentang keberadaan Kampus Darussalam. Menurut ulama intelektual ini,  Darussalam bermakna daerah aman, dan merupakan jantung hati rakyat  Aceh. Sudah sepantasnyalah semua elemen masyarakat kembali kepada  Darussalam dengan penuh tawadhuk. "Mulai hari ini tidak ada lagi  kekerasan di Kampus. Mari kita renungkan betapapun hebatnya kita,   Allahlah yang menentukan semuanya," kata Dr Tgk Muslim.

Kepada mahasiswa dan seluruh komponen rakyat Aceh, Muslim Ibrahim meminta supaya bersatu padu. Sudah sepantasnya kejadian-kejadian selama ini menjadi pelajaran berharga, dan mahasiswa jangan terpecah belah, katanya.

Dr Daniel Djuned yang tampil sebagai pembicara kedua mengupas masalah keberadaan almarhum Safwan Idris. Menurutnya, Safwan memiliki   kapasitas intelektual yang sangat teruji baik di tingkat nasional maupun internasional. Sedangkan visi yang diusung Safwan untuk IAIN adalah pengembangan lembaga dalam pengadaan SDM. "Cita-cita besar beliau adalah menjadikan IAIN yang terpandang," kata Daniel.

Orasi berikutnya dipaparkan oleh Tgk H Imam Syuja'. Ketua DPW Muhammadiyah Aceh itu mengupas situasi Aceh saat ini. Tidak bisa diprediksi kapan persoalan ini akan berakhir. Untuk mencapai Aceh aman, marilah sama-sama menjaga persaudaraan mulai sekarang, katanya. Soal pembunuhan, pengambilan harta dan sebagainya, Tgk Imam mengatakan, dalam agama Islam perbuatan tersebut sangat dilarang. "Bagi siapa yang melanggar ketentuan Allah maka durhakalah akibatnya,  dan mereka tergolong orang kafir," katanya.

Suasana haru terasa kental ketika abang kandung Safwan Idris, Drs Tgk Djailani Idris, mengupas riwayat singkat tragedi yang menimpa Rektor IAIN itu. Apa pun alasannya, Tgk Djailani yang mengutip ketentuan hukum Allah mengatakan, barangsiapa yang membunuh seorang muslim, maka dia kekal selama-lamanya di dalam neraka. Mereka yang kekal di dalamnya adalah orang kafir, dan orang tersebut musuh Allah. "Yang membunuh Safwan adalah musuh Allah, dan saat ini mereka berada dimana-mana untuk menghabisi tokoh dan ulama Aceh," katanya.

Kepada mahasiswa Djailani berpesan, mengenai penyelesaian persoalan  Aceh, janganlah menyerahkan kepada orang lain. Rakyat saat ini sudah begitu sengsara. Mau mengadu tak tahu harus kemana. Hal itu menunjukkan seolah-olah mereka tidak punya pemimpin. "Semoga rakyat Aceh lewat insan-insan kampus bisa memperhatikan rakyat," tukasnya.

Suasana haru kembali terjadi sewaktu Dr M Gade Ismail MA tampil ke podium. Dengan kata-kata yang tersusun apik, Gade meminta supaya mahasiswa, intelektual, tidak hanya berkumpul seperti sekarang ini, tapi sangat dituntut lebih dari itu. "Bisakah intelektual berkumpul dan melahirkan konsep-konsep yang dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah Aceh. Dan itu menjadi kebutuhan masyarakat," katanya.

Dalam kesempatan tersebut turut juga dibacakan tujuh poin Ikrar Insan Kampus yaitu;
  1. Insan Kampus senantiasa menjaga harkat dan martabat akademik yang sesuai dengan nilai-nilai insaniah      dan ilahiyyah.
  2. Setia kepada kebebasan berpikir dan berpendapat sebagai perwujudan dan penghargaan terhadap ilmuwan.
  3. Membina dan mewujudkan dunia pendidikan demi terwujudnya kehidupan manusia yang cerdas adil dan berakhlak.
  4.  Membina persatuan dan kesatuan untuk melawan setiap upaya perusakan integritas dan kedaulatan kampus oleh pihak manapun juga.
  5.  Berusaha menegakkan kebenaran dan keadilan serta siap berjihat melawan segala bentuk kezhaliman.
  6.  Meminta pihak bertikai supaya menempuh cara penyelesaian melalui musyawarah dengan melibatkan semua komponen masyarakat Aceh. Dan memohon hidayat dan inayah Allah SWT semoga kehidupan masyarakat Aceh dapat segera pulih kembali dan dapat mengamalkan Islam secara kaffah.

Selanjutnya dalam pernyataan yang ditandatangani tokoh masyarakat dan mahasiswa juga diikrarkan bahwa insan kampus sebagai masyarakat yang bergelut dalam bidang keilmuwan, tidak akan mau terseret dalam ajang konflik. Insan kampus akan selalu menjaga stabilitas dan netralitas serta menjadi pendorong bagi usaha penyelesaian persoalan masyarakat dengan cara yang logis, manusiawi, serta bertanggung jawab. Ratusan peserta doa bersama itu sempat menitikkan airmata, dan ikut mendoakan Aceh agar segera aman kembali. (swa)
      

Keluarga Akui Sket Wajah Pembunuh Safwan 

BANDA ACEH-Keluarga almarhum Prof Dr Tgk H Safwa Idris, membenarkan sket wajah tersangka pelaku pembunuhan mantan rektor IAIN itu, seperti disebarkan oleh polisi. Hal itu dikemukakan oleh abang kandungnya, Drs Tgk Djalani Idris di depan ribuan civitas akademika IAIN, Unsyiah, serta sejumlah PTS  lainnya. Djailani mengakui bahwa pihak keluarga masih menunggu siapa dan mengapa Safwan dibunuh. "Gambar yang dipublikasikan media massa tentang pelaku pembunuh tersebut sama persis. Kami sangat ingin menemukan mereka," katanya. 

Ketika Djailani mengulas tentang Tgk Safwan Idris, ribuan hadirin yang tumpah di lapangan Tugu Darussalam terasa hening. Dari raut wajah kalangan intelektual kampus itu sangat terasa bahwa mereka amat tidak rela, dan terpukul atas pembunuhan atas rektor IAIN itu. Menyikapi tragedi tewasnya Prof Tgk H Safwan Idris dan berbagai tragedi yang menimpa rakyat Aceh saat ini, insan kampus mengeluarkan empat poin pernyataan sikap yaitu;
  1. Kepergian Safwan Idris adalah akibat dari adanya kezhaliman di bumi Aceh.
  2. Kami tidak menuduh siapa pelakunya apakah itu TNI/Polri dan GAM, tapi pelakunya adalah musuh-musuh Allah yang saat ini bernaung dimana saja dan dengan warna apa saja.
  3. Kampus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai intelektualitas, moralitas, Akhlak dan silaturrahmi.
  4. Insan kampus sebagai masyarakat yang bergelut dalam bidang keilmuwan tidak akan mau terseret dalam ajang konflik. Insan kampus akan selalu menjaga stabilitas dan netralitas serta menjadi pendorong bagi usaha penyelesaian persoalan masyarakat dengan cara yang logis, manusiawi serta bertanggung jawab. (swa)

Sumber :
[INDONESIA-NEWS] Berita SERAMBI 13 Okt 2000. From: indonesia-p@indopubs.com. Date: Thu Oct 12 2000 - 17:22:30 EDT. X-URL: http://www.indomedia.com/serambi/image/201013.htm & 
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/10/12/0034.html

AGAM dan TNI : Jangan Jadikan Rakyat Korban

Serambi-Banda Aceh, 14/12/1999.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEMA) IAIN Ar-Raniry Banda Aceh mengimbau pihak Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) menghentikan tindakan-tindakan yang menjurus anarkhis dan jangan menjadikan rakyat sebagai sasaran (korban) dengan bertindak semena-mena.

"Pembumihangusan (pembakaran), penangkapan, penjarahan, terhadap rakyat yang sering dilakukan TNI akhirnya tidak akan menyelesaikan persoalan, akan tetapi menimbulkan dendam dan perlawanan," demikian salah satu butir dari siaran pers BEMA IAIN yang ditandatangani Effendi Hasan (president) dan Taufik Abdullah (Sekjen) yang dikirimkan kepada Serambi, Senin (13/12).

Untuk maksud tersebut, BEMA IAIN meminta, baik kepada AGAM dan TNI, dapat menghentikan tindakan kekerasan yang berkonsekwensi terhadap jatuhnya korban rakyat sipil. "Jangan jadikan rakyat sebagai sasaran atau korban dengan bertindak semena-mena. Jangan bertindak main hakim sendiri, cukup sudah penderitaan yang dirasakan rakyat selama ini. Mereka sudah lama hidup teraniaya dan terjajah hak- haknya," kata siaran pers itu.

BEMA IAIN juga mengimbau kepada semua pihak yang bertikai di Aceh dapat menahan diri di bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan ini. "Janganlah pada bulan suci ini dikotori dengan hal-hal yang menjijikkan dan memalukan bagi diri kita sendiri terhadap leluhur bangsa kita masing-masing. Semua pihak hendaknya dapat menahan diri demi kesucian dan pengabdian kita kepada Allah SWT di bulan Ramadhan ini," kata Effendi Hasan.
 
Mereka meminta kepada kedua belah pihak yang bertikai, untuk menghentikan penghilangan nyawa manusia secara paksa. BEMA juga mengutuk setiap tindakan penembakan semena-mena terhadap warga masyarakat yang tidak tahu persoalan, dan tidak jelas kesalahan yang mereka lakukan.
 
Pihak BEMA IAIN juga mengutuk tindakan penculikan aktivis, relawan kemanusiaan, pegiat LSM, mahasiswa, wartawan, dan masyarakat yang tergabung dalam tugas kemanusiaan yang sedang menjalankan tugasnya. "Kami juga tidak dapat menerima perlakuan penculikan terhadap anggota TNI dan AGAM," kata President Mahasiswa IAIN Ar-Raniry tersebut.

Selanjutnya Effendi Hasan dan Taufik Abdullah meminta kepada masyarakat supaya ikut serta meningkatkan pengamanan desa melalui pagar kampung (pageu gampong), sehingga usaha-usaha provokator yang tidak menginginkan Aceh dalam suasanan aman, serta kondusif dapat diantisipasi. Mereka mengajak seluruh lapisan masyarakat supaya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, serta selalu berdoa kepada Allah SWT agar rakyat Aceh dapat dijauhi dari malapetaka. "Kiranya apa yang diharapkan rakyat selama ini dapat terwujud hendaknya," demikian BEMA IAIN.(i)
 
Sumber : http://www.freewebs.com/ruslislg/News.htm

Mahasiswa Unimal Dibekali Tatacara Merancang Qanun

Serambi Indonesia, Jumat, 24 Nopember 2006

Puluhan mahasiswa dari berbagai fakultas dalam lingkungan Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe dibekali tatacara merancang undang-undang daerah (qanun). Kegiatan digelar untuk memberi pemahaman dan tahapan mahasiswa sebagai bekal apabila sewaktu-waktu mendapat kepercayaan dari pemerintah daerah.

Kegiatan yang bertemakan worshop legal drafting memahami teknik perancangan peraturan perundang-undangan daerah atau qanun tentang perlindungan perempuan dan anak Kamis (23/11) mendapat support dari BRR. Forum kajian Fakultas Hukum Unimal yang menjadi pengagas kegiatan menghadirkan narasumber, Harun Ismail SH MH, Taufik Abdullah SAg MA, Amrizal J Prang SH dan Mirza Alfadh S SH MH. Peserta sebanyak 100 orang terdiri dari mahasiswa Fakultas Hukum dan fakultas lainnya.

Menurut Amrizal, tatacara membuat qanun perlindungan anak dan perempuan menjadi topik bahasan. Dua hal ini belum tersentuh, padahal untuk wilayah Aceh yang paling banyak menderita adalah anak-anak dan kaum perempuan. Amrizal menilai, dalam pembuatan aturan mulai dari eksekutif dan legislatif, peran publik sangat kurang. Akibat dari hal ini aturan yang dihasilkan sering diprotes masyarakat.

Hal senada diutarakan Taufik Abdullah. Tidak bisa dipungkiri bahwa anak-anak dan kaum perempuan sering menderita dari berbagai kejadian. Workshop ini dapat merekomendasi peran aktif perempuan dalam membangun perdamaian untuk Aceh.

Dia menilai, diskriminasi mengakibatkan garis star berbeda antara laki-laki dan perempuan terutama dalam politik. Kesenjangan dalam politik terasa moncolok walaupun kesempatan dan partisipasinya mulai dibuka. Padahal, keterlibatan perempuan dalam transaksi publik tidak zamannya lagi dihambat.

Sementara Harun Ismail, dalam penyelenggaraan pemerintah yang demokratis, penyusunan peraturan daerah perlu mengikutsertakan masyarakat. Tujuannya agar dapat mengakomidir kepentingan publik untuk dituangkan dalam peraturan daerah. Peran serta masyarakat akan mempermudah sosialisasi serta penerapan subtansi apabila aturan itu ditetapkan serta diundangkan. Dia menilai, kalau masyarakat tidak dilibatkan mereka akan apatis terhadap produk perda, tidak ditaatinya ketentuan peraturan daerah dan munculnya protes atau gejolak sebagai bentuk reaksi ketidaksetujuan.

Pemateri lainnya, Mirza Alfadh mengutakan tentang perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan. Sejumlah referensi tentang perlindungan terhadap anak dan perempuan dipaparkan dalam makalahnya.

Ketua Panitia Workshop, Hamdani SH LLM mengatakan, kegiatan digelar untuk membekali mahasiswa tentang teknik pembuatan UU atau aturan daerah. Jumlah peserta sebanyak 100 orang dari Fakultas Hukum dan utusan dari fakultas lainnya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 peserta laki-laki dan sisanya 50 orang dari perempuan.

Sumber dikutib dari publikasi Serambi Indonesia. Versi Online : http://www.unimal.ac.id//?pilih=lihat&id=39

Senin, 16 April 2012

Elemen Sipil di Aceh Tolak Pilkada

Rabu, 4 Jan 2012 08:16 WIB
 
BANDA ACEH, RIMANEWS - Berbagai komponen gerakan sipil Aceh menyatakan mosi tidak percaya dan menolak pilkada Aceh. Elemen sipil memandang pilkada yang rencananya akan dilaksanakan pada 16 Februari 2012 nanti cacat hukum, melanggar hak-hak politik warga negara dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Ketidakikutsertaan beberapa partai politik dikatakan karena memandang pelaksanaan pilkada bertentangan dengan semangat perdamaian, kedudukan MoU Helsinki dan UUPA dipandang multitafsir. Demikian disampaikan Ketua Majelis Pekerja Sementara Gerakan Revolusi Damai (Garuda) Aceh, Taufik Abdullah, kepada maiwanews.

Taufik mengatakan elemen sipil juga merekomendasikan bahwa kedudukan MoU Helsinki adalah sebagai konsensus politik dan UUPA sebagai hukum primer penyelenggaraan Pemerintahan Aceh sesungguhnya tidak bertentangan dengan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Sengketa hukum yang berlangsung saat ini tidak dibahas secara mendalam sehingga rakyat Aceh dijebak pada kepentingan pelaksanaan pilkada semata.

Lebih lanjut dijelasakan rekomendasi lainnya yaitu berbagai kewenangan dalam MoU Helsinki dan UUPA semestinya menjadi momentum untuk dibahas secara mendalam dibalik hikmah sengketa hukum pilkada saat ini.

Atas dasar pertimbangan secara mendalam fakta-fakta tersebut dan menimbang keberlangsungan dinamika politik yang tidak sehat saat ini maka elemen sipil menolak dan menyatakan mosi tidak percaya terhadap pelaksanaan pilkada sebelum subtansi kewenangan dan kekhususan Aceh dibahas sepenuhnya dan sejujur-jujurnya.

“Demi terwujudnya perdamaian yang demokratis, pilkada sehat dan berkualitas serta pembahasan kewenangan Aceh lebih subtantif, maka dengan ini kami memohon dan meminta rakyat Aceh untuk mendukung mosi tidak percaya ini”, ujar Taufik.

Seterusnya, elemen-elemen gerakan sipil yang pro-demokrasi dan perdamaian segera mengambil langkah-langkah konkrit di kabupaten/kota masing-masing untuk melakukan konsolidasi agar mosi tidak percaya dan penolakan pilkada ini direspon positif, sungguh-sungguh dan mendalam oleh semua pihak. [] maiwa/lara

Sumber : http://rimanews.com/read/20120104/50533/elemen-sipil-di-aceh-tolak-pilkada