Sabtu, 31 Desember 2011

Pemilukada Harus Menyelamatkan Perdamaian

Banda Raya - 6 October 2011

Lhokseumawe | Harian Aceh – Koordinator Forum Demokrasi dan Perdamaian Aceh Taufik Abdullah menilai konflik regulasi Pemilukada Aceh dapat diselesaikan melalui konsensus para pihak atau pertimbangan mendalam dari pemerintah pusat. Ditunda atau tidak Pemilukada, kata Taufik Abdullah, bisa diformulasikan dengan kongrit lewat mekanisme tersebut yang bertujuan untuk menyelamatkan agenda perdamaian.

Tujuan akhirnya secara konsisten menyelamatkan perdamaian sebagaimana pendapat yang berkembang dari semua pihak, termasuk dari Presiden SBY sendiri baru-baru ini, kata Taufik Abdullah yang juga dosen ilmu politik FISIP Universitas Malikussaleh dalam bincang-bincang dengan Harian Aceh di Lhokseumawe, Rabu (5/10).

Mengenai pro-kontra perlu tidaknya penundaan Pemilukada yang belakangan ini semakin merebak, Taufik Abdullah berpandangan penundaan melalui konsensus tampaknya sulit mencapai kesepakatan karena para pihak tetap pada prinsip masing-masing. Konsensus, kata dia, bisa berujung dilema berkelanjutan jika politik akomodasi tidak terjadi.

Taufik Abdullah mengingatkan semua pihak jangan lupa bahwa kisruh selama ini dipicu akibat ada warga negara merasa tidak terakomodasi hak politiknya. Lalu, lanjut Taufik, keputusan Mahkamah Konstitusi jadi logika pembenar bagi individu tertentu mempergunakan hak politiknya untuk berpartisipasi dalam Pemilukada kali ini. Tentu saja, kata dia, DPRA (referensi Partai Aceh) tidak serta merta dapat menerima calon perseorangan.

Sebagai lembaga politik, DPRA menolak dengan tegas karena menilai kewenangan dan kekhususan Aceh telah digerogoti. Dalam situasi ini, jelas politik akomodasi sulit dicapai, sebab para pihak punya logika masing-masing. Konsensus hanya mungkin dilakukan dengan re-komitmen para pihak yang telah menyepakati MoU Helsinki, walaupun kemudian dipastikan akan muncul gelombang protes dari pihak yang merasa dirugikan. Tentu, ini jelas sebuah dilema,kata Taufik.

Melalui langkah ke dua, menurut Taufik, maka mau tidak mau pemerintah pusat mesti mengeluarkan keputusan, sesulit apapun. Tentunya dengan mempertimbangan perjanjian perdamaian dan memerhatikan berbagai akumulasi politik selama ini secara konfrehensif, kalauapun keputusan perlunya penundaan. Dampak negatifnya jelas ada, kata dia, karena selama ini anggaran yang habis terkesan sia-sia, namun itu tidak terlalu krusial.

Satu hal yang menarik adalah intriks kepentingan politik para kontestan dalam mendulang suara semakin terbuka, terkontrol, kompetitif dan dinamis, termasuk jika keputusan itu mengakomodir calon perseorangan. Bahkan, kemudian kontestan PA saya pikir akan cukup khawalahan menghadapi situasi tersebut. Saya melihat dampak positifnya lebih besar daripada negatifnya, kata Taufik.

Apa dampak positif kalau Pemilukada ditunda? Taufik menyatakan, pertama, karena konflik regulasi tidak diselesaikan melalui konsensus maka penundaan jalan ke luar yang ideal. Dengan ditunda maka ada waktu bagi para elit berpikir dengan otak dan hati yang lebih jernih. Pemilukada, kata dia, salah satu mekanisme demokrasi, dan demokrasi tentunya bukan sekadar Pemilukada.

Dengan ditunda, lanjut Taufik, bukan hanya kualitas Pemilukada bisa dilaksanakan lebih sehat dan bermutu, tapi kerangka demokrasi bisa dibicarakan lebih subtantif dan tuntas sehingga siapapun memimpin nanti lebih mampu menyelamatkan dan membela kepentingan yang mensejahterakan rakyat.

Kedua, selama ini pertemuan para pihak tidak melahirkan kesepakatan mengikat, maka mau tidak mau pemerintah pusat harus mengambil sikap. Sangat mungkin penundaan sebagai alternatif yang logis dan rasional. Tentang bagaimana langkah-langkah taktisnya sulit kita prediksikan. Saya pikir pemerintah pusat tahu jalan terbaik untuk memformulasikannya dengan penuh kebijaksanaan. Tapi saya malah ragu Pemerintah Pusat akan menunda Pemilukada, kata Taufik.

Lantas, bagaimana implikasi terhadap publik jika Pemilukada ditunda? Taufik menyebutkan, berbagai implikasi mesti dirumuskan dengan matang. Jika memang ditunda, Taufik menilai dengan penundaan itu maka kerangka penguatan tranformasi demokrasi Aceh dalam bingkai NKRI akan semakin subtantif. Publik semala ini, kata dia, terkooptasi dengan demokrasi prosedural sehingga Pemilukada seolah-olah jadi target.

Aceh butuh penguatan demokrasi lebih subtantif supaya eksistensi Aceh dalam NKRI semakin legitmed. Dan, yang paling penting pengalaman masa lalu tidak tereproduksi kembali. Artinya, MoU dan UUPA dijalankan sempurna dan seutuhnya. Ini belum ada jaminan untuk itu. Jadi, kalau dipaksa-paksa tanpa alternatif dan kebijaksanaan bisa jadi ke depan dampaknya lebih laten. Ini saya pikir perlu jadi pertimbangan semua pihak,kata Taufik.(nsy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar